TRIBUNNEWS.COM, KEPANJEN - Polres Malang pastikan tidak menahan ZA warga Desa Putat Lor, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Rabu (11/9/2019).
Remaja berusia 17 tahun itu sempat ditangkap Polres Malang, Senin (10/9/2019) kemarin.
Diduga ZA merupakan dalang di balik tewasnya seorang pria di sebuah ladang tebu.
Kapolres Malang, AKBP Yade Setiawan Ujung menerangkan, ada sebuah alasan yang menjadikan ZA tidak jadi ditahan.
“Kami sudah putuskan kemarin untuk tidak ditahan. ZA statusnya masih pelajar. Atas pertimbangan Yang bersangkutan ZA masih berstatus pelajar.
Selain itu juga pertimbangan alasan pembelaan diri dalam melakukan perbuatannya,” ujar Ujung ketika dikonfirmasi, Rabu (11/9/2019).
Terkait proses selanjutnya, Ujung menerangkan ZA harus menjalani wajib lapor.
"Akan diatur jadwalnya. Wajib lapor iya. Jadwalnya kami atur supaya tidak mengganggu jadwal sekolah," ungkap Ujung.
Baca: Setelah Bunuh Nisa, Ayub Lampiaskan Nafsunya Atas Korban, Ini Faktanya
Baca: 7 Fakta Pembunuhan Wanita Pemilik Cafe Penjara: Lampiaskan Nafsu Setelah Lucuti Harta Korban
Ujung mengungkapkan, ZA kala itu terpaksa melakukan penikaman pada Minggu (8/9/2019) malam.
Motifnya adalah pembelaan diri.
Tapi, sebagaimana Noodweer pasal 49 KUHP, yang berwenang untuk memutuskan perbuatannya masuk kategori pembelaan diri adalah hakim.
“Pembelaan diri itu ada syaratnya. Perlu dilihat apakah ada serang lebih dulu atau tidak.
Proporsional antara serangan dan pembelaan diri. Serta non subtitusi, artinya tidak ada pilihan lain saat peristiwa terjadi, misalnya dibunuh atau membunuh. Itu nanti Hakim yang akan mempertimbangkan,” urainya," jelas Ujung.
Berdasarkan cerita kronologis tersangka ZA, penyidik Polres Malang dapat menerapkan diskresi tidak melakukan penahanan.
Apalagi, ZA masih berstatus pelajar yang tetap harus melanjutkan studinya.
"Hanya dikenakan wajib lapor di luar jam sekolah," beber Ujung.
Ujung berharap, penanganan perkara ini tidak menjadi polemik karena pada prinsipnya penyidik adalah praktisi hukum yang hanya bisa melakukan semua tindakan sesuai hukum yang ada dalam hal ini KUHP dan KUHAP.
“Namun kembali lagi bahwa berdasarkan pertimbangan subjektif dan sosiologis, penyidik tidak menahan ZA selaku penikaman begal yang masih berstatus pelajar,” tutur Ujung.
Terkait pengakuan ZA yang disampaikan oleh Ujung, ZA mengaku ia terpaksa menusuk karena menjadi korban pembegalan.
Begal tersebut bernama Misnan (35) warga Dusun Penjalinan, Desa Gondanglegi Kulon, Kecamatan Gondanglegi.
"Katanya dia melakukan pembelaan saja. Soalnya dia ini jadi korban pembegalan," ujar Ujung menceritakan.
Secara kronologis, Ujung menerangkan, pelajar setingkat SMA itu pada Minggu (8/9/2019) malam sekitar pukul 19.00, Ia berboncengan sepeda motor Honda Vario dengan kekasihnya berinisial V di Dusun Penjalinan, Desa Gondanglegi Kulon, Kecamatan Gondanglegi.
Ketika melintas, dia dihentikan oleh empat orang. Salah satunya korban Misnan.
Setelah menghentikan, dua orang lalu pergi untuk berjaga.
Sedangkan dua lagi, yakni Misnan serta temannya Ahmad, memeras ZA.
Keduanya meminta ZA menyerahkan seluruh barang berharganya. Seperti HP dan sepeda motor.
Takut, ZA mencoba menawarkan supaya HP saja yang diambil. Misnan tak setuju. Akhirnya ada adu mulut di sana.
Berdasarkan informasi yang didapat, ZA tak terima bahwa pacarnya akan disetubuhi oleh sang begal Misnan. Oleh karena itu ia melakukan pembelaan.
Merasa terancam. Dia lantas mengambil pisau yang ada di jok motor. Kemudian ia menusuk dada kanan Misnan.
ZA dan pacarnya lalu ikut kabur untuk mencari pertolongan.
ZA yang ketakutan lantas pulang ke rumah. Ia lalu menceritakan kejadian yang dialaminya ke orang tuanya.
ZA pun disarankan untuk menyerahkan diri sekaligus menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. (Mohammad Erwin)
Artikel ini telah tayang di suryamalang.com dengan judul Sikap dan Alasan Polisi Malang Soal Proses Hukum Siswa SMA Penusuk Begal di Gondanglegi