TRIBUNNEWS.COM, KULON PROGO - Tindak kekerasan terhadap siswa diduga terjadi di lingkungan sebuah sekolah menengah kejuruan di Temon, Kulon Progo.
Seorang siswa kelas X diduga dianiaya sejumlah seniornya di sekolah.
Siswa yang dianiayab terpaksa pindah sekolah.
Informasi dihimpun tribunjogja.com, tindak kekerasan itu menimpa siswa bernama MDP (15), Selasa (10/9/2019) lalu.
Remaja lelaki warga Kecamatan Wates itu mendapat kekerasan fisik dari sekitar 8 orang kakak kelasnya setelah beberapa hari sebelumnya kepergok merokok di sebuah musala dekat sekolahannya.
Aksi kekerasan itu terjadi pada jam aktif sekolah sekitar pukul 11.30 atau menjelang jam istirahat kedua.
MDP saat itu mendapat pukulan, tamparan, dan tendangan pada sejumlah bagian tubuhnya dari para seniornya itu.
Baca: Kriss Hatta Diserahkan ke Kejaksaan, Tak Lama Lagi Jalani Sidang Kasus Penganiayaan
Akibatnya, ia menderita luka di bagian dalam mulut hingga berdarah, sesak napas dan pendengaran telinga kanannya terganggu.
Peristiwa ini sudah dilaporkan ke polisi oleh orangtuanya yang mendapati bercak darah di celana seragam MDP.
Mereka menjalani pemeriksaan untuk penyusunan berkas acara pemeriksaan (BAP) di Polres Kulon Progo pada Kamis (19/9/2019).
"Awalya istri saya curiga dengan kondisi MDP dan melihat ada luka di mulut serta bercak darah di celana. Setelah dikejar pertanyaan, barulah anak kami mengaku ada tindak kekerasan dari kakak kelasnya. Lalu kami bawa periksa ke dokter," kata ayah MDP, seusai pemeriksaan di Polres Kulon Progo.
Pihaknya lalu mendatangi sekolah untuk mengklarifikasi terkait kejadian itu dan dipertemukan dengan delapan siswa pelaku penganiayaan terhadap anaknya.
Namun, ia tidak cukup puas dengan sikap sekolah atas penanganan kejadian itu dan tidak ada yang menjenguk anaknya selama tidak masuk sekolah setelah kejadian itu.
Anaknya pun enggan bersekolah lagi di sekolah tersebut meski sudah dibujuknya dan kini sudah mendaftar di sebuah sekolah swasta di Wates.
Baca: 3 Pekerja Bangunan Tewas Tenggelam di Bendungan Wates Madiun, Bukan yang Pertama Kali Terjadi
Di sisi lain, dari informasi yang didapatnya dari MDP, ada ancaman dari para siswa senior bahwa anaknya akan dihajar lagi di luar sekolah jika sampai berani mengadukan aksi kekerasan tersebut kepada orangtuanya.
Apalagi, kejadian itu bukan pertamakalinya karena beberapa minggu sebelumnya anakny ajuga mengalami hal serupa.
Hal inilah yang kemudian mendorongnya untuk menempuh jalur hukum karena menurutnya siswa senior tidak berhak memberi hukuman pada juniornya, termasuk tindakan fisik.
Ia berharap tidak ada lagi kejadian serupa di institusi pendidikan sekalipun sekolah itu menerapkan pendidikan berdisiplin tinggi.
"Saya akui anak saya bersalah. Tapi saya tidak semata membelanya mengingat sebelumnya sudah ada perlakuan yang sama. Penting bagi saya untuk memastikan keselamatan anak saya.Semestinya tidak terjadi yang begitu (kekerasan fisik). Kalau ini dibiarkan terus nanti bisa jadi dendam turun temurun bagi siswa di manapun mereka berada. Bahkan, ketika sudah kerja," katanya lagi.
Dalam laporannya, kedua orangtua MDP melaporkan lima siswa kelas X dan XI yang diduga menjadi pelaku kekerasan tersebut.
Baca: Ceritakan Awal Kariernya, Melaney Ricardo Ungkap Dirinya Seorang Lulusan Sarjana Hukum
Pengacara MDP, R Ariyawan Arditama dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Wates menyayangkan adanya kejadian tersebut.
"Dari sisi hukum, kami serahkan pengembangan penyelidikan pada polisi selain juga kami akan menindaklanjutinya ke dinas pendidikan terkait. Jogja adalah kota pendidikan. Jangan sampai terciderai peristiwa seperti ini dan tidak boleh terlang di SMK lain,"kata Ariyawan.
Dikonfirmasi terpisah, pihak sekolah mengakui bahwa sekolah kecolongan atas peristiwa tersebut karena terjadi di luar pengawasan guru.
Ia membantah anggapan bahwa sekolah membiarkan ataupun membolehkan tindak kekerasan fisik kepada para siswanya oleh para guru maupun kalangan siswa itu sendiri.
Ia justru menyebut saat itu ada kemungkinan siswa senior lepas kontrol saat memberikan hukuman disiplin pada MDP yang kedapatan melanggar aturan.
"Kami tidak pernah memberikan kewenangan ataupun legalitas kepada siapapun untuk memberi hukuman fisik, baik guru maupun Batalion. Ngga pernah sama sekali, ngga ada. Kalau sanksi, paling hanya jalan jongkok jika ada yang terlambat. Saat itu mungkin (siswa senior) lepas kontrol karena (MDP) sudah diingatkan tapi tidak ada respon positif," kata Kepala Sekolah.
Pihaknya juga membantah kabar pengeroyokan terhadap MDP oleh pada siswa senior meski tak dijabarkannya secara jelas.
Hal sebenarnya yang terjadi saat itu menurutnya beberapa siswa senior masuk ke kelas MDP, memperingatkan, lalu terjadi aksi dorong dan penamparan dan disebutnya lepas kendali.
Ada delapan orang siswa senior dari Batalion yang terlibat aksi tersebut. Terhadap para pelaku, sekolah menurut Fauzi sudah memberikan sanksi. (Tribun Jogja/ing)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Kasus Dugaan Kekerasan Menimpa Seorang Siswa di Kulon Progo