TRIBUNNEWS.COM, KETAPANG - Junai, orangutan jantan dewasa kini dapat bergerak bebas di alam liar.
Usianya kini sudah lebih dari 20 tahun.
Baca: BKSDA Aceh Evakuasi Bangkai Orangutan di Rawa Singkil
Dia dinyatakan mampu kembali dilepas liarkan di hutan.
Junai adalah satu dari banyaknya orangutan yang menjadi korban perburuan.
Dia ditemukan dalam kondisi yang memprihatinkan pada 20 September 2019 silam di Desa Tanjungpura, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Tubuhnya kurus dan mata kiri buta yang setelah diperiksa oleh tim medis, ternyata ditemukan dua butir peluru di dalam tengkorak tepat di belakang bola matanya.
"Sungguh suatu mukjizat ia bisa bertahan hidup dengan kondisi tersebut," kata Argitoe Ranting, Manager Survey, Release, dan Monitoring IAR Indonesia, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (12/11/2019).
Setelah sebulan menjalani masa pemulihan di IAR Indonesia yang memiliki fasilitas perawatan bagi satwa liar terutama orangutan, Junai dinilai siap untuk kembali hidup di habitat alaminya.
Menurut Argitoe, kedua peluru di belakang mata kirinya diputuskan tak diambil dengan pertimbangan bahwa operasi yang akan dilakukan sangat berisiko mengancam keselamatannya.
Baca: Tiga Orangutan Korban Karhutla Mendapat Rumah Baru di Taman Nasional Gunung Palung
Gunung Tarak yang berada tidak jauh dari kawasan Taman Nasional Gunung Palung pun akhirnya dipilih sebagai lokasi pelepasliarannya.
Di kawasan hutan lindung gunung ini, IAR Indonesia bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Ketapang, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah Ketapang Selatan, dan Balai Taman Nasional Gunung Palung melepaskan Junai, Senin (11/11/2019).
Kejadian tragis orangutan
Kepala Balai Taman Nasional, M Ari Wibawanto mengatakan, kejadian yang dialami Junai, hanya kejadian yang kebetulan dapat ditemui atau di permukaan saja, sebab masih banyak kejadian-kejadian tragis yang dialami oleh orangutan lainnya.
"Hal itu menyadarkan kita bahwa sampai saat ini masih ada sebagian dari masyrakat yang masih belum mampu atau mau untuk hidup berdampingan dangan orangutan, dan mungkin belum mau bersahabat dengan alam," kata Ari.