News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Viral Media Sosial

VIRAL Seorang Ibu Menangis, Diduga Anak Dibully, Ini Saran Psikolog Menyikapi Anak yang Dibully

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Viral video seorang ibu yang menangis karena anaknya dibully.

TRIBUNNEWS.COM -  Viral sebuah video di media sosial Twitter yang menampilkan seorang ibu menangis bersama anak perempuannya.

Dalam unggahan akun Twitter tersebut, diceritakan bahwa ibu tersebut menangis karena anaknya dibully hingga tas sang anak dilempar.

Bahkan ada yang mencantumkan alamat untuk mengirim bantuan karena ibu dan anak tersebut disebutkan memiliki masalah ekonomi.

Rupanya, cerita yang beredar tersebut tidaklah benar.

Seorang warga Kecamatan Sobang, Kabupaten Pandeglang, Banten, Uun Unaini mengaku telah mengunjungi rumah ibu dan anak tersebut. 

"Penasaran dengan berita yang beredar di dunia maya, bahwa ada anak yang dibully karena kondisi ekonomi, saya pun meluncur ke kediaman Sarniah, anak kelas 1, di salah satu SD di Desa Pangkalan," tulis Uun dalam laman Facebooknya.

Saat dihubungi Tribunnews.com pada Senin (9/12/2019), Uun menyebutkan bahwa anak yang bernama Sarniah itu memang dijahili oleh teman-temannya hingga menangis.

Sang Ibu, Inin, pun ikut menangis saat melihat anaknya, Sarniah menangis.

Uun mengatakan, Sarniah memiliki sedikit gangguan mental sehingga dirinya pun lebih sensitif.

Menyikapi Anak yang Menjadi Korban Bully

Melihat masih adanya kasus bullying di sekolah-sekolah, seorang Psikolog Anak dan Keluarga dari Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, Adib Setiawan, S. Psi., M. Psi, menuturkan hal-hal yang perlu dilakukan orang tua dalam menyikapi anak yang menjadi korban bully di sekolah.

Menurut psikolog di praktekpsikolog.com tersebut, orang tua perlu mengajarkan perkembangan anak sesuai dengan usianya.

Adib mencontohkan, seorang anak yang seharusnya masih berada di TK sebaiknya tidak dipaksakan masuk SD.

Menurut Adib, seorang anak memang harus bersekolah sesuai dengan usianya.

"Anak kalau masuk sekolah ya harus sesuai dengan usianya," ujar Adib saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (9/12/2019).

Psikolog dari Bintaro, Jakarta Selatan, itu menyampaikan, jika seorang anak bersekolah tidak sesuai dengan usianya, maka memungkinkan anak tersebut mengalami bullying.

Hal itu juga disebabkan oleh faktor perkembangan psikologis yang belum matang.

"Contoh nih anak harusnya masuk SD usia 7 tahun tapi usia 6 tahun sudah masuk SD, nah itu bisa jadi sebab bullying karena belum matang secara perkembangan psikologisnya," jelas Adib.

Adib menyarankan orang tua untuk tidak memaksakan kehendak dalam menyekolahkan anaknya.

"Perlu dipertimbangkan, kalau anak masih cocok di TK ya harusnya di TK," tegasnya.

Menurut Adib, penting bagi orang tua untuk memperhatikan kondisi anaknya.

Ilustrasi korban pembullyan (Pixabay)

Adib menambahkan, saat ini, untuk masuk SD memang tidak diharuskan mampu membaca dan menulis.

Namun, seorang anak yang perkembangan psikologisnya sudah matang, untuk taraf anak SD, sudah seharusnya dapat mengikuti instruksi guru.

"Guru nyuruh nulis ya harusnya anaknya mau nulis, bukan diam saja, kalau anaknya diam saja memang secara umum dia belum siap masuk SD," jelas Adib.

Menurut keterangan Adib, seorang anak yang dipaksakan masuk SD dalam kondisi yang belum siap dapat memicu bullying dari temannya.

"Dampak anak belum siap masuk SD tapi dipaksa itu bisa jadi pemicu mendapatkan bullying dari temannya," kata Adib.

"Jadi orang tua memang harus melihat bagaimana perkembangan anak, melihat sampai mana sih kemampuannya, sudah siap masuk SD apa belum?" sambungnya.

Selain itu, Adib menyampaikan, untuk menyikapi anak yang menjadi korban bullying maka seharusnya orang tua berkoordinasi dengan guru.

"Kalau anaknya mendapat bully dari teman ya sebaiknya berkoordinasi dengan guru, dengan pihak sekolah," tutur Adib.

Menurut Adib, seorang guru akan cukup bijaksana untuk mengatasi persoalan bullying di antara murid-muridnya.

Adib memberi catatan, jangan sampai orangtua main hakim sendiri.

Terlebih, sampai bermusuhan dengan sesama orangtua.

 "Jangan sampai orangtua main hakim sendiri atau malah orangtua sama orangtua," ucapnya.

Dalam menyikapi masalah bullying yang dihadapi seorang anak, orang juga perlu dimediasi oleh pihak sekolah.

Solusi Agar Anak Terhindar dari Bully

Tak hanya itu, Psikolog Adib juga memberikan beberapa solusi yang dapat dilakukan orangtua agar anaknya tidak menjadi korban bully.

Solusi tersebut di antaranya yaitu:

1. Anak jangan dimanja

2. Anak perlu bermain dengan teman-temannya di usia balita

3. Melatih keterampilan kognitif, seperti bermain puzzle atau lego

4. Melatih keterampilan bahasa, yaitu kemampuan dalam berkomunikasi dan memiliki kosa kata yang banyak

5. Melatih keterampilan motorik

"Kalau keterampilan motorik kasar itu seperti lari atau lompat," kata Adib.

"Sedangkan keterampilan motorik halus contohnya keterampilan menulis," sambungnya.

6. Melatih keterampilan emosi

"Ketika di rumah, bagaimana caranya anak tidak mudah tersinggung ketika dinasihati, tidak mudah marah, tidak mudah memukul," jelas Adib.

6. Melatih keterampilan sosial

Menurut Adib, hal ini dapat dilakukan dengan melatih anak untuk dapat bekerjasama dengan temannya.

"Misalnya dia punya teman, bisa bekerjasama dengan teman, bisa bermain peran pura-pura menjadi dokter, pura-pura menjadi pasien," kata Adib.

7. Melatih empati

"Ketika punya minum dibagi, atau temannya dibikinin misalnya, itu melatih empati bisa berbagi dengan yang lain," jelas Adib.

Adib menambahkan, kemampuan empati ini juga dapat dilatih dengan membiasakan mengucapkan terimakasih, mudah memafkan maupun meminta maaf ketika salah.

8. Pihak sekolah benar-benar ramah terhadap anak

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta/Endra Kurniawan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini