TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia (LPSK RI) dan Ombudsman RI (ORI) melakukan pertemuan di kantor ORI, Jumat (3/1/2020).
Pertemuan pimpinan kedua institusi ini merupakan kali pertama sejak kepemimpinan LPSK RI periode 2019-2024.
Selain bersilaturahmi, pertemuan juga menyinggung perihal Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dari ORI atas dilakukannya Deklarasi Damai dugaan kasus pelanggaran HAM yang berat di Dusun Talangsari, Way Jepara, Lampung Timur, 13 Desember 2019.
Pimpinan LPSK dipimpin Ketua Hasto Atmojo Suroyo bersama sejumlah wakil ketua, yaitu Edwin Partogi Pasaribu, Maneger Nasution dan Susilaningtias, serta Sekretaris Jenderal Noor Sidharta.
Sementara dari ORI, tampak Ketua Amzulian Rivai didampingi dua anggota ORI, Ahmad Su’adi dan Ninik Rahayu, serta Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal ORI Dwi Ciptaningsih.
Baca: Begini Kronologis Penggerebekan Pabrik Senpi Rakitan Ilegal
Baca: Deretan Barang Bukti yang Diamankan di Pabrik Senpi Ilegal di Lampung Timur
Baca: Dua Mayat Blantik Sapi Korban Kopi Maut di Lampung Diangkut Pakai Motor
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan, pihaknya kaget mendengar LAHP yang dikeluarkan ORI atas dilakukannya Deklarasi Damai dugaan kasus pelanggaran HAM yang berat di Talangsari yang turut menyebutkan LPSK sebagai salah satu pihak.
LPSK juga menyayangkan LAHP itu kemudian dirilis ke publik melalui media massa.
“Menyikapi itu, LPSK bersurat ke ORI dan memberikan penjelasan terkait posisi LPSK dalam Deklarasi Damai dugaan kasus pelanggaran HAM yang berat di Dusun Talangsari, Lampung Timur,” ungkap Hasto
Karena menurut Hasto, dalam Deklarasi Damai dugaan kasus pelanggaran HAM yang berat di Talangsari, LPSK sama sekali tidak terkait, apalagi terlibat di dalamnya. Namun, LAHP yang dikeluarkan ORI justru menyebutkan LPSK sebagai pihak terkait dalam Deklarasi Damai dimaksud.
Tidak itu saja, dalam LAHP-nya, ORI juga menyimpulkan LPSK telah melakukan tindakan diskriminatif terhadap korban Talangsari. Tentu, hal tersebut memantik kekagetan dan keberatan dari LPSK. Apalagi, tudingan diskriminatif itu tertuang dalam siaran pers ORI yang diunggah ke dalam laman resmi ORI pada tanggal 5 dan 13 Desember 2019.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu bahkan menegaskan, LPSK menyatakan berkeberatan dengan sangkaan dari ORI bahwa LPSK telah bertindak diskriminatif terhadap korban Talangsari. “Sebagai lembaga yang menjunjung tinggi asas persamaan dan antidiskriminatif, sangkaan (telah bertindak diskriminatif) itu menjadi sangat serius bagi LPSK,” tegas Edwin.
Menurut Ketua ORI Amzulian Rivai, penjelasan dari para pihak menjadi pegangan ORI dalam proses pemeriksaan yang produk akhirnya adalah LAHP. Amzulian menegaskan adanya hak dari para pihak untuk memberikan klarifikasi, termasuk LPSK. Setelah itu, ORI dapat memperbarui kesimpulannya, khususnya soal sangkaan malaadministrasi dalam bentuk diskriminatif oleh LPSK.
“Jika semuanya telah jelas, (LAHP) tidak akan dilanjutkan dengan Rekomendasi, yang ditandatangani Ketua ORI. Sebab, ORI sangat berhati-hati dalam mengeluarkan Rekomendasi karena ada konsekuensi dan harus dimonitor, apakah rekomendasi itu ditindaklanjuti atau tidak oleh para pihak,” ungkap Amzulian.