TRIBUNNEWS.COM - Sebuah video yang menayangkan seorang bocah laki-laki tengah menganiaya teman sebayanya beredar luas di media sosial.
Menurut pengunggah video, kejadian tersebut berlokasi di Desa Petet, Tuntang, Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa (12/5/2020) kemarin.
Dalam video tersebut, bocah laki-laki yang mengenakan kaos bergaris serta bercelana merah itu tampak berulangkali memukuli temannya.
Sementara itu, temannya yang mengenakan setelan berwarna hijau-hitam tampak tak melakukan perlawanan.
Dalam rekaman videonya, terdengar pula suara laki-laki dewasa yang diduga sebagai perekam video.
Laki-laki tersebut terdengar mengatakan 'jangan menangis' dalam bahasa Jawa.
Baca: Kementerian PPPA Susun Protokol Perlindungan Anak di Tengah Pandemi Corona
Baca: Polisi Minta Pelaku Penganiayaan Petugas Dinas Perhubungan Gowa Menyerahkan Diri
Menurut informasi yang beredar luas di media sosial, disebut-sebut bahwa perekam video itu tak lain merupakan ayah dari bocah yang memukuli temannya.
Warganet pun mengecam tindakan terduga ayah pelaku yang justru membiarkan tindak kekerasan itu terjadi.
Penanganan untuk Pelaku dan Korban
Psikolog Keluarga dari Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, Adib Setiawan, S. Psi., M. Psi. menyampaikan bagaimana penanganan untuk dua anak yang menjadi terduga pelaku dan korban tersebut.
Menurut Adib, anak yang melakukan tindak kekerasan tersebut sebaiknya diminta untuk meminta maaf dan berjanji tidak mengulanginya lagi.
Psikolog dari www.praktekpsikolog.com itu juga mengatakan, anak tersebut perlu diingatkan supaya tidak melakukan kekerasan terhadap temannya yang lemah.
Baca: Banyak Konflik Rumah Tangga Saat Wabah Covid-19, Psikolog Seksual: Ini Jadi Pelajaran Pra Nikah
"Pelaku diingatkan bahwa tidak boleh memukul dan menendang teman yang lemah," kata Adib melalui keterangan tertulis pada Tribunnews.com, Rabu (13/5/2020).
Selain itu, untuk menanganinya, Adib juga menyarankan agar anak yang melakukan kekerasan itu diajarkan menggunakan keberaniannya untuk membela yang benar.
Sementara itu, kedua anak tersebut, baik pelaku maupun korban sebaiknya diberikan contoh untuk tidak berkelahi.
Menurut Adib, keduanya perlu diberi permainan yang edukatif, seperti petak umpet, bermain bola, bermain kejar-kejaran, dan permainan lainnya.
Adib mengatakan, mereka juga perlu diajarkan keterampilan sosial seperti tolong-menolong, berbagi, saling memaafkan, dan mudah mengucapkan terima kasih.
Perekam Video Dianggap Sebagai Pelaku Kekerasan
Menurut Adib, kejadian dalam video tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih menganggap kekerasan sebagai hal yang wajar.
Terlebih, menurut informasi yang beredar, video itu direkam oleh ayah bocah yang memukuli temannya.
Adib pun menyayangkan tindakan terduga ayah pelaku itu yang justru tidak menjalankan perannya dalam mengajarkan anak untuk tidak melakukan kesalahan.
"Ini menunjukkan bahwa masyarakat kita, memang masih banyak terjadi kekerasan, jadi kekerasan itu seolah-olah kok menjadi sesuatu yang bukan suatu kesalahan," kata Adib saat dihubungi Tribunnews.com melalui sambungan telepon, Rabu.
"Apalagi dia bukannya mengajarkan anak supaya tidak melakukan kesalahan, ini malah membiarkan seorang anak melakukan kekerasan terhadap anak lain."
"Tentunya ini tindakan yang tidak terpuji dari seorang ayah," tambahnyaa.
Psikolog dari www.praktekpsikolog.com itu pun menilai, tindakan terduga ayah pelaku itu sudah termasuk tindakan kriminal.
Menurutnya, dengan membiarkan terjadinya kekerasan tersebut artinya sang ayah juga melakukan kekerasan.
Baca: Bikin Bangga! Deretan Karya Anak Bangsa yang Bermanfaat Bagi Dunia
"Tentunya ini sudah termasuk tindakan kriminal ini, artinya dia sudah melakukan kekerasan terhadap anak, termasuk ayahnya si anak itu termasuk melakukan kekerasan karena dia udah memvideo dan membiarkannya," kata Adib.
"Seharusnya (ayah) kan menasihati, ini udah perilaku bullying, perilaku kekerasan."
"Seharusnya memang ada tindakan hukum," sambungnya.
Mengapa seorang ayah justru merekam tindak kekerasan yang dilakukan anaknya, menurut Adib, hal ini berkaitan dengan faktor pendidikan.
Menurut Adib, perkembangan pendidikan lebih lambat dari perkembangan teknologi.
"Artinya, jumlah masyarakat yang berpendidikan misalnya mungkin 20 persen tapi mungkin masyarakat kita yang menguasai teknologi itu bisa 50 persen."
"Artinya ada 30 persen yang mereka menguasai teknologi, dalam arti dia pegang gadget tapi tidak berpendidikan," kata Adib.
Oleh karena itu, Adib menyampaikan, memberi sosialisasi kepada masyarakat supaya tidak melakukan kekerasan terutama terhadap anak sudah menjadi tugas bersama.
"Tentunya ini tugas bersama untuk memberikan sosialisasi ke masyarakat supaya benar-benar jangan melakukan kekerasan terhadap orang lain," kata Adib.
"Terutama terhadap anak-anak," sambungnya. (*)
Hingga berita ini diturunkan, Tribunnews.com telah menghubungi Polsek Tuntang untuk mengonfirmasi kejadian dalam video yang beredar namun belum mendapatkan jawaban.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)