Angin segar menembus dadanya. Tapi kesedihan lain juga melanda. Ia ternyata harus berangkat sendiri.
Istrinya, Tumirah tak akan menemaninya ke tanah suci karena namanya tak ikut dipanggil.
"Suaminya dapat panggilan berangkat, tapi istrinya tidak ikut," katanya.
Suminto bisa berencana, namun Tuhan maha berkehendak.
Malaikat maut lebih dulu menjemputnya, sebelum ia berangkat ke tanah suci. Ia mengalami musibah saat menebang pohon di kebun.
Suminta, kata Khikmah, memerlukan kayu itu untuk membantu anaknya sebagai bahan membangun rumah.
Tapi nahas justru menimpanya. Pohon itu roboh mengenai tubuhnya, hingga ia meninggal karenanya.
Musibah ini begitu memukul keluarga, terlebih bagi Tumirah. Padahal suaminya tidak lama lagi dijadwalkan berangkat haji.
Panggilan haji tahun 2020 menjadi pelipur bagi Tumirah yang belum lama ditinggal suami.
Tumirah akhirnya bisa segera menunaikan rukun Islam kelima.
Ia sekaligus bisa mewujudkan keinginan almarhum suaminya, meski haru melanda saat teringat pasangannya.
Tumirah pun harus berjuang keras untuk melunasi biaya perjalanan haji yang masih kurang. Ia rela kerja banting tulang. Hingga ia berhasil melunasi dan siap berangkat.
Tapi siapa sangka, angin badai menyergap dadanya.
Pemerintah mendadak membatalkan keberangkatan haji tahun 2020 karena wabah korona masih mengancam masyarakat dunia. Mata Tumirah berkaca. Ia batal berangkat haji karena bencana tengah melanda dunia.