TRIBUNNEWS.COM - Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Surakarta, AKP Dwi Erna Rusanti menjelaskan sisi hukum terkait teror pria ekshibisionis.
Hal tersebut disampaikan dalam siaran langsung kanal YouTube Tribunnews.com, Kamis (16/7/2020).
Dalam diskusi itu dibahas mengenai teror pria ekshibisionis yang beberapa kali terjadi di lingkungan masyarakat.
Baca: Kepribadian Antisosial dan Rendahnya Moral Jadi Faktor Pendorong Maraknya Aksi Ekshibisionisme
AKP Dwi Erna menjelaskan, para korban dapat secara langsung melapor terkait tindakan ekshibisionis.
Dalam kasus di Soloraya, pihak kepolisian akan memproses secara hukum berdasar dengan laporan korban.
Pada kesempatan itu, AKP Dwi Erna pun menyebutkan ekshibisionis merupakan perilaku yang menyimpang.
Dan tindakan itu terdapat ancaman hukuman yang sudah terpampang dengan jelas.
Saat menangani kasus, pihak kepolisian akan menindak lanjuti laporan korban hingga tuntas.
Melalui proses selidik hingga mengungkapkan pelaku dan motif tindakan ekshibisionis itu.
"Dari sisi hukum, dengan apa yang terjadi di Soloraya apa yang dilaporkan apa yang diketahui itulah kita proses secara hukum," terang AKP Dwi Erna.
"Perilaku yang menyimpang terkait dengan perilaku seksual ada ancaman hukumannya itu jelas."
Baca: Tanggapan Psikolog Soal Pria Masturbasi dan Pamer Kelamin di Solo: Ini Jelas Kategori Menyimpang
Baca: Heboh Bocah di Ciputat Disunat Jin, Ibunya Kaget Bentuk Kelamin Anaknya Berubah
"Apa yang terjadi di Solo kita melihat apa yang dilaporkan kemudian kita tindak lanjuti, kita selidiki, kita ungkap," tambahnya.
Dalam memproses kasus ekshibisionis, kepolisian bisa mendapatkan laporan dari masyarakat maupun korban yang datang sendiri.
Selain itu harus disertai dengan bukti-bukti pendukung agar bisa ditindak lanjut oleh kepolisian.
AKP Dwi Erna menuturkan, apabila pelaku sudah terbukti bersalah maka bisa diproses secara hukum dengan pasal yang sesuai.
Meski demikian, penindakan dari kasus ekshibisionis juga dilihat dari umur pelaku.
Tak hanya itu, tingkat dari pelaku memamerkan alat kelaminnya di depan umum juga harus dipelajari.
"Dari laporan masyarakat, korban yang datang, dari bukti yang ada kita tindak lanjuti," jelas AKP Dwi Erna.
"Kemudian kalau memang itu bisa mengarah si pelaku, segera kita tangkap dan kita bisa proses hukum ancaman hukumnya pun ada, pasalnya juga ada," lanjutnya.
AKP Dwi Erna menjelaskan, pelaku ekshibisionis bisa dilakukan rehabilitasi apabila diketahui sudah akut.
Namun juga tak dipungkiri pelaku ekshibisionis bisa dijerat dengan hukum.
Terkait ekshibisionis, AKP Dwi Erna menerangkan masuk ke dalam Pasal 281 KUHP tentang Kesusilaan.
Baca: Seorang Waria dan PSK Hamil Terciduk Satpol PP di Taman Tirtonadi Solo, yang Lainnya Kabur
Baca: Pria Misterius Pamer Kemaluan dan Lakukan Masturbasi di Sebuah Gang, Polisi Lakukan Penyelidikan
Dalam Pasal 281 KUHP, ancama hukuman berupa penjara maksimal selama 2 tahun 8 bulan.
Serta membayar denda maksimal sebesar Rp 4.500.
"Terkait tingkat dari pelaku ini, sengaja atau memang dia sudah akut perlu rehabilitasi memang itu pasal yang bisa kita kenakan," ungkap AKP Dwi Erna.
"Masuk di 281 itu ancaman hukumannya memang 2 tahun 8 bulan mempertontonkan terkait alat kelamin kalau denda cuma Rp 4.500," imbuhnya.
Selain itu, pelaku ekshibisionis juga bisa dijerat berdasarkan pada Undang-Undang Pornografi.
Yakni Pasal 36 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
AKP Dwi Erna mengatakan, pasal tersebut bisa memberatkan pelaku terkait tindak ekshibisionis.
Ancaman penjara dalam Undang-Undang tersebut maksimal selama 10 tahun.
Dengan denda maksimal Rp 5 miliar.
Meski demikian, AKP Dwi Erna menegaskan para penegak hukum tak semena-mena dalam menghukum para pelaku ekshibisionis.
"Sebetulnya ada Pasal yang memberatkan terkait pornografi di Pasal 36 UU 44 tahun 2008," tutur AKP Dwi Erna.
"Itu ancaman hukumannya berat 10 tahun dendanya sendiri Rp 5 miliar, tapi kita sebagai penegak hukum tidak sekonyong-konyong," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Febia Rosada)