Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra
TRIBUNNEWS.COM- Berikut ini cerita soal perselisihan satu keluarga dengan warga setempat yang berujung pembangunan tembok di jalan.
Akibatnya warga satu RT pun tak bisa lewat.
Tembok tersebut akhirnya dibongkar meski sempat diwarnai adu mulut.
Keluarga Sonem akhirnya buka suara terkait pembangunan tembok yang menjadikan warga RT 18, Dukuh Nglendok, Desa Gading, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen tak bisa lewat.
Anak pemilik tanah, Tugiyono menyampaikan jalan tembus yang terpaksa dibuat tembok blokade berdiri di lahan milik ayahnya.
Mengingat dirinya tidak tahu menahu tanah miliknya kini menjadi jalan tembus selebar 2,5 meter.
"Sewaktu bapak saya membeli tanah itu memberikan sedikit tanahnya untuk dipakai jalan setapak," kata dia kepada TribunSolo.com, Selasa (4/8/2020).
"Kemudian dibangun jadi seperti sekarang, saya tidak tahu siapa yang membangun," tambahnya.
Itu, lanjut Tugiyono, membuat kakak perempuannya tidak terima hingga akhirnya menutup jalan tembus itu dengan tembok herbel selebar 2,5 meter dan setinggi 1 meter.
Penutupan itu dilakukan Senin (3/8/2020) sebanyak dua titik di jalan tembus.
Baca: Seorang Pria Cabuli Tetangga Penyandang Disabilitas Sampai Hamil 4 Bulan, Beraksi di Rumah dan Kebun
Baca: Dituduh Tetangga Video Call dan Selingkuh dengan Suaminya, Wanita Bersuami: Saya Cuma Chat Biasa
Baca: Perselisihan Warga di Desa Wilayah Kabupaten Sragen Berujung Pemblokiran Jalan dengan Tembok Semen
"Pihak keluarga sebenarnya tidak mempermasalahkan, asalkan izin terlebih dulu," ujarnya.
Namun, kesemuanya itu saat ini sudah diselesaikan melalui mediasi di Kantor Kepala Desa Gading.
Mediasi itu membuahkan hasil lahan itu akan digunakan untuk jalan tembus selebar 2 meter.
"Tapi tadi sudah selesai dengan kesepakat di Balai Desa, saya serahkan ke pak lurah," tandasnya.
Akhirnya tembok yang dibangun memblokade jalan di RT 18, Dukuh Nglendok, Desa Gading, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen dibongkar Selasa (4/8/2020) sekira pukul 13.45 WIB.
Meski begitu, sempat terjadi adu mulut antara perwakilan keluarga pemilik tanah dengan warga setempat sebelum dilakukan pembongkaran.
Adu mulut itu terjadi sekira pukul 13.15 WIB dan tidak berakhir dengan adu hantam.
Pembongkaran blokade jalan disaksikan Bhabinkamtibnas Desa Gading dan Kepala Desa Gading, Puryanto.
Adapun pembongkaran setidaknya melibatkan 10 orang warga setempat.
Pembongkaran menggunakan palu dan linggis yang digunakan untuk mencongkel tembok herbel selebar 2,5 meter dan setinggi 1 meter itu.
Adapun tembok blokade disisakan kurang lebih 0,5 meter saja.
Selain itu terdapat patok-patok bambu yang ditancapkan di jalan tembus itu.
Pembongkaran ini sesuai dengan kesepakatan mediasi antara warga setempat dengan keluarga pemilik tanah di Kantor Desa Gading, Selasa (4/8/2020).
Kepala Desa Gading, Puryanto menyampaikan berdasarkan denah itu memang ditemukan adanya gambar jalan tembus itu.
"Sertifikat kita sajikan kemudian ditemukan adanya gambar jalan," kata dia.
Mediasi itu berakhir dengan kesepakatan antara warga setempat dengan kelurga pemilik tanah.
"Yang dipakai untuk jalan tembus itu hanya dua meter dikecilkan, pagar-pagar yang sudah dibangun akan dibongkar hari ini," tutur Puryanto.
Pembongkaran akan dilakukan warga setempat.
Puryanto mengungkapkan pemilik tanah sendiri sejatinya sudah meninggal dan menyisakan anak-anaknya.
"Karena semua itu warisan, yang memberi warisan sudah meninggal," ungkap Puryanto.
Ditutup karena Berselisih
Sebelumya perselisihan warga berujung tragedi penutupan jalan menggunakan semen dan bata di RT 18 Dukuh Ngledok, Desa Gading, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen.
Dari pantauan TribunSolo.com di lapangan, jalan yang biasanya dilewati sejumlah kepala keluarga (KK) atau puluhan jiwa di lingkungan tersebut, sudah tertutup dengan semen dan bata.
Ada dua titik yang ditutup 'paksa' oleh anggota keluarga bernama Sonem (55) menggunakan tembok herbel selebar dua meter dan tinggi satu meter.
Bahkan bagian pinggi bata dibeton menggunakan cairan semen layaknya tembok paada umumnya.
Adapun penutupan menurut Kades Gading, Puryanto bermula saat pemilik tanah merasa tidak dihargai dan tidak terima.
Antara pemilik tanah dengan warga lain mengalami perselisihan.
Penutupan dilakukan Senin (3/8/2020) pagi tanpa kesepakatan warga.
"Dia tidak terima, dibuat jalan karena tanahnya milik dia minta gak boleh buat jalan ya udah diminta untuk ditutup," ungkap dia, Selasa (4/8/2020).
"Permintaan dia lapor ke desa kalau tanahnya dibuat jalan untuk orang Ngledok," katanya menekankan,
Dituturkan Puryanto, warga Ngledok juga menyadari tanah itu memang milik pribadi.
"Awalnya tanah itu pekarangan lalu dibuat tanah tembus, warga Ngeledok dulu gak bilang tau langsung dibangun sampai 3 meter," tutur dia.
"Lalu keluarga mbah Sonem lapor ke desa , karena itu kebon sendiri ya udah, mau di beli warga juga gak boleh untuk jalan," tambahnya.
Penutupan itu membuat 11 Kepala Keluarga yang menggantungkan nasib dari akses jalan itu kebingungan.
Anggota RT 18, Heriyanto menyampaikan penutupan itu tanpa ada komunikasi dengan RT dan warga setempat.
"Ada jalan tapi kemarin pagi itu langsung ditutup, warga tidak mengetahui, ujug-ujug ditutup," kata Heri.
Menurut Heri, itu merupakan pekarangan milik Mbah Sonem yang dihibahkan sebagai jalan tembus selebar 2,5 meter dengan panjang masuk sekitar 20 meter.
"Kalau ini ada sertifikat hak milik tapi simbahnya dulu memberikan untuk jalan tembus," ucap Heri.
"Terus diambil alih anaknya dan ditutup begitu saja," tambahnya.
Warga lain, Rebin mengaku harus memutar setengah kilo untuk keluar lantaran penutupan itu.
"Perasaannya, ya yang biasanya bisa lewat sini kayak tidak bisa menerima, muternya jauh," aku dia.
"Harus muter sejauh setengah kilo," tambahnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul "Asal Mula Keluarga Sonem Bangun Tembok di Jalan Tanon Sragen Sehingga Warga Satu RT Tak Bisa Lewat"
dan "Ditembok Semen di Tanon Sragen Akhirnya Dibongkar, Evakuasi Pun Sempat Diwarnai Adu Mulut"