Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, YANGON -- Aksi mogok kerja dan Gerakan Pembangkang Sipil dalam demonstrasi di Myanmar telah membuat berang junta militer yang melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah di bawah pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Junta Myanmar mendesak pegawai negeri untuk kembali bekerja dan memunculkan ancaman akan mengambil tindakan tegas terhadap mereka yang tidak mengindahkan imbauan ini. Demikian dilaporkan Kantor Bertia Militer seperti dilansir Reuters, . Minggu (14/2/2021)
Gerakan Pembangkangan Sipil yang menentang kudeta militer Senin (1/2/2021) dimulai dengan dokter.
Baca juga: Tentara Myanmar Perketat Peraturan pada Tamu yang Menginap, Polisi Buru Pengunjuk Rasa
Namun kini gerakan itu telah mempengaruhi hampir semua pekerja di departemen pemerintah.
"Tindakan dapat diambil karena melanggar etika, peraturan, dan kegagalan tugas Pegawai negeri sesuai dengan... undang-undang dan kode etik pengawai negeri," kata pernyataan itu.
Setelah seorang wanita ditembak dalam bentrokan kekerasan dalam aksi demonstrasi pada Selasa lalu, tidak menyurutkan mereka untuk terus turun ke jalan.
Baca juga: Facebook Kurangi Distribusi Konten Militer Myanmar karena Dinilai Ekspos Informasi Palsu
Bahkan pada Rabu (9/2/2021) hingga hari berita ini diturunkan, demonstran melakukan aksi secara meriah, dengan telanjang dada, wanita dengan gaun bola dan gaun pengantin, petani dengan traktor dan orang-orang dengan hewan peliharaan mereka.
Sebelumnya pada selasa (8/2/2021), Polisi bersikap respresif terhadap demonstran yang menolak pengambil-alihan kekuasaan dari pemerintahan yang sah di bawah Aung San Suu Kyi.
Polisi melakukan tindak kekerasaan saat membubarkan demonstran, dan melakukan penembakan.
Baca juga: Kudeta Myanmar: AS Jatuhkan Sanksi pada Junta, Facebook Awasi Konten yang Diunggah Militer
Seorang dokter mengatakan satu wanita mengalami luka tembak di bagian kepala. Dokter mengatakan wanita itu sedang kritis dan tidak mungkin selamat.
Tiga orang lainnya sedang dirawat karena luka akibat tertembak peluru karet yang diduga terjadi setelah polisi menembak pendemo. Kejadian ini terjadi setelah sebelumnya polisi menembakkan meriam air untuk mencoba membubarkan demonstran di ibukota Naypyitaw.
Televisi pemerintah melaporkan korban luka-luka juga ada di pihak polisi selama upaya mereka untuk membubarkan demonstran. Laporan ini membenarkan terjadinya bentokam keras antara polisi dan demonstran di negara itu.
Insiden ini menandai pertumpahan darah pertama sejak militer, yang dipimpin oleh panglima angkatan bersenjata Jenderal Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintahan Suu Kyi yang baru terpilih pada 1 Februari dan menahannya bersama politisi lain dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).