TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) meminta Pemerintah dan DPR RI untuk melibatkan masyarakat Papua dalam pembahasan revisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua.
Ini disampaikan Ketua Umum DPP GAMKI Willem Wandik saat diterima oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mohammad Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, beberapa waktu yang lalu.
Wandik menyampaikan, penanganan persoalan Papua seharusnya mempertimbangkan kearifan lokal serta melibatkan tokoh agama dan tokoh adat yang memahami konteks persoalan Papua berdasarkan Injil Kristus sebagai local wisdom.
"Tanah Papua tidak hanya membutuhkan uang dari anggaran Otsus namun yang paling utama adalah kewenangan dalam menyusun peraturan dan kebijakan.
Pelaksanaan program kerja dalam UU Otsus tidak dapat berjalan apabila peraturan turunannya tidak dibuat, melalui Perdasus dan Perdasi," jelas Wandik seperti yang tertulis dalam siaran pers pada hari Minggu, (25/4/2021).
Baca juga: Kepala BIN Papua Tewas Ditembak KKB pada Bagian Kepala Saat Patrol Di Dempet Puncak
Menyikapi persoalan kekerasan HAM yang masih terjadi di Tanah Papua, Wandik mengapresiasi pembentukan dan hasil kerja dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Penembakan Pendeta Yeremia Zanambani.
"Kami mengapresiasi Menko Polhukam yang telah membentuk TGPF dan mengharapkan adanya tindak lanjut dari hasil pencarian fakta tersebut.
Masyarakat mengharapkan adanya perlakuan hukum yang adil," kata Wandik yang juga merupakan anggota DPR RI dari dapil Papua.
Terkait adanya pendeta yang ditangkap di Intan Jaya karena memasok senjata kepada pihak KKB, Wandik meminta pihak kepolisian mengusut tuntas dan mengungkap siapa pemasok senjata tersebut.
Baca juga: Revisi Otsus Papua Diminta Libatkan Majelis Rakyat
"Kami meminta kepolisian untuk mengungkap siapa pemasok senjata, dan apakah ada yang membekingi.
Tentu hal yang tidak mudah membawa senjata modern ke tengah pegunungan Papua," kata Wandik.
Sekretaris Umum Sahat Martin Philip Sinurat menjelaskan kepada Menko Polhukam tentang program pemberdayaan yang dilakukan GAMKI di daerah-daerah tertinggal.
"Berdasarkan Perpres Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal, terdapat 62 kabupaten yang memenuhi kategori daerah tertinggal.
GAMKI saat ini sedang menjalankan pilot project di beberapa daerah tertinggal, dan siap bekerjasama dengan kementerian terkait untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah-daerah tertinggal ini," kata Sahat.
Terkait terbitnya PP Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang tidak memuat Pancasila sebagai mata pelajaran wajib, dan tidak adanya nama KH Hasyim Asy'ari di dalam Kamus Sejarah Jilid I yang diterbitkan Kemendikbud pada tahun 2017, GAMKI meminta Pemerintah mengevaluasi kinerja tim penyusun kurikulum dan materi pendidikan yang ada di Kemendikbud.
"Apakah murni kealpaan atau ketidaksengajaan? Ataukah ada kesengajaan dari tim penyusun agar generasi muda tidak lagi tahu sejarah berdirinya Indonesia yang sebenarnya? Apakah di antara tim penyusun ada yang berpaham radikal? Kami minta Pemerintah serius menelusurinya," pungkas Sahat.
Baca juga: Senator Filep: Papua Butuh Kebijakan Rekrutmen Tenaga Kerja
Menko Polhukam, Mahfud MD menyampaikan terimakasih atas saran dan masukan yang disampaikan oleh DPP GAMKI.
"Terkait Otsus dan persoalan kekerasan HAM di Papua, persoalan intoleransi, radikalisme, masalah pendidikan, dan pembangunan daerah tertinggal akan menjadi bahan masukan kami.
Kami juga akan menyampaikan kepada kementerian dan lembaga pemerintah terkait untuk bekerjasama dan melibatkan GAMKI," kata Mahfud.