Selain itu juga ada faktor relasi kekuasaan yang membuat korban tidak berani buka suara. Menanggapi hal itu, Recky menegaskan kalau SPI bukan sekolah yang tertutup.
Recky pun mempertanyakan terkait tindak kekerasan seksual yang sering terjadi tanpa banyak diketahui orang.
Juga, menurutnya, faktor relasi kekuasaan yang membuat korban tidak berani buka suara tidak berdasar.
Sebab, menurutnya, SMA SPI tidak menutup akses informasi dengan pihak luar dan siswa dibebaskan untuk berkomunikasi dengan siapa saja.
Baca juga: DPR RI Soroti Kasus Dugaan Pelecehan Seksual di Sekolah SPI Malang
"Sekolah itu bukan sekolah yang tertutup untuk akses informasi dari pihak luar. Dalam arti, di situ juga ada pegawai-pegawai dari luar yang bekerja."
"Anak-anak bisa berkomunikasi secara langsung. Bahkan juga bisa berkomunikasi dengan tamu-tamu. Kalau memang benar terjadi hal seperti itu, apa sulitnya untuk mengadu kepada mereka," jelasnya.
Recky mengatakan, kliennya masih belum mendapat panggilan dari Polda Jawa Timur untuk dimintai keterangan.
Recky menegaskan juga kalau pihaknya berkomitmen menolak kekerasan terhadap anak.
Jika ada orang yang merasa dirugikan atau menjadi korban atas suatu perbuatan pidana, maka ia berhak untuk melakukan upaya ke jalur hukum.
"Namun juga wajib menyertakan bukti-bukti karena hal itu yang akan diuji," terangnya.
Saat ini, Recky tengah mengumpulkan sejumlah alat bukti sebagai bahan perlawanan terhadap laporan Komnas PA ke Polda Jatim beberapa waktu lalu. Ia mengatakan, bukti-bukti yang dikumpulkan cukup kuat.
"Insyallah bukti yang kami kumpulkan kuat dengan didukung keterangan-keterangan lain," ungkapnya.
Komnas PA Menduga Korban Pelecehan Bisa Mencapai 40 Orang
Perwakilan Komnas Perlindungan Anak atau Komnas PA Surabaya, Riri ikut mendampingi pemeriksaan para saksi korban kasus dugaan pelecehan seksual di SMA SPI, Kota Batu, Malang, Jawa Timur.