“Apa yang dilakukan Gubernur? Hanya menerbitkan keputusan yang isinya mengulangi instruksi Mendagri? Apa dong desain strategi yang disiapkan Pemprov Jatim untuk membantu kabupaten/kota memenuhi target tes harian?” kritik Deni.
Deni juga mendorong Pemprov Jatim segera menyiapkan rumah sakit darurat/lapangan di beberapa daerah.
“Tidak semua daerah punya kemampuan untuk membikin rumah sakit lapangan, seharusnya Pemprov Jatim hadir. Selain itu, ke depan Pemprov harus punya skenario penyiapan rumah sakit khusus penyakit infeksi yang menyebar di beberapa daerah,” ujarnya.
Catatan kedua, Pemprov Jatim tidak cukup mampu mengoordinasikan antardaerah dalam penanganan pandemi.
“Masalah kisruh di Suramadu hanya satu contoh kecil betapa Pemprov Jatim tidak bisa memandu daerahnya dengan baik,” ujarnya.
Ketiga, kepemimpinan di Pemprov Jatim tidak cukup mampu memberi teladan yang bisa membuat publik pada akhirnya patuh pada berbagai aturan terkait penanganan pandemi.
Contohnya adalah masalah rangkaian pesta ulang tahun Khofifah dan Emil di kompleks Gedung Negara Grahadi yang mengundang kerumunan dan menghadirkan musisi tersohor.
“Gubernur, wagub, dan Sekda setali tiga uang dalam masalah pesta ulang tahun. Ketiganya tidak memberi teladan,” ujarnya.
Ketidakmampuan memberi teladan juga tampak dalam ikut sertanya Khofifah dalam pemilihan Ikatan Alumni (Ika) Universitas Airlangga.
“Ketika seluruh kepala daerah berjibaku hadapi pandemi, Gubernur Jatim malah nyalon ketua IKA UA, tentu dengan segenap upaya lobi dan manuver yang melelahkan, padahal semestinya energi beliau 100 persen fokus ngurus pandemi,” bebernya.