Oleh karenanya merujuk pasien Covid-19 ke Rumah Sakit terdekat menjadi satu-satunya pilihan.
Baca juga: Tutup Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19, Bamsoet Ajak Masyarakat Sukseskan Vaksinasi Covid-19
Ia juga mengaku sempat dilanda stress akibat jumlah pasien Covid-19 yang terus berdatangan namun kapasitas fasilitas kesehatan sangat terbatas dan tidak mampu menyelamatkan semua nyawa.
“Prinsip saya adalah jangan sampai ada pasien isolasi mandiri (yang dipantau Puskesmas) meninggal. Namun jika kondisinya memburuk, hanya Rumah Sakit yang bisa merawat. Padahal saat itu semua Rumah Sakit sudah penuh.” tutur Dian.
Rumah Sakit tidak memiliki tempat tidur yang tersedia, pasien membutuhkan perawatan medis yang lebih intensif, sedangkan pihak Puskesmas tidak mampu menangani pasien, maka tidak jarang pihak puskesmas pun mengirim sang pasien ke Rumah Sakit terdekat beserta dengan tempat tidur dan tabung oksigen.
Situasi serupa juga dialami oleh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) KRMT Wongsonegoro (RSWN) di Semarang sebelum pemerintah menerapkan kebijakan PPKM.
Namun saat berkunjung ke RSWN, tim KSP tidak menemukan adanya antrian pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan situasi di Rumah Sakit cenderung kondusif.
“PPKM darurat menolong kami dalam memberikan perawatan. Jumlah pasien berangsur menurun. Sekarang ada 182 pasien covid, dari 528 di awal Juli,” kata dr. Susi Herawati, Direktur RSWN.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa pada saat kasus Covid-19 di Indonesia mengalami lonjakan yang cukup tinggi pada pertengahan Juni hingga awal Juli lalu, pihak Rumah Sakit ini mengkonversi hampir 80 persen tempat tidurnya untuk penanganan pasien Covid-19, yakni 528 kasur di ruang inap dan 45 kasur di ruang ICU.
IGD yang mampu menampung sebanyak 60 pasien pun, sempat mengalami kelebihan kapasitas hingga tidak ada ruang tersisa.
“Pada waktu itu, kami segera mengubah bangsal umum menjadi tempat penanganan Covid-19, sehingga pasien IGD bisa segera dipindahkan ke bangsal untuk perawatan lebih lanjut,” lanjut Susi.