TRIBUNNEWS.COM - Saat mendengar kata “sampah” hal pertama yang terlintas dalam pikiran adalah benda yang tak berguna, jorok, sumber penyakit, dan stigma negatif lainnya. Walaupun begitu, ditangan orang-orang kreatif, sampah dapat disulap menjadi benda bernilai seni tinggi.
Salah satu orang yang sukses menyulap sampah menjadi karya seni adalah Edy Suranta Ginting. Pemuda kelahiran Tanah Karo ini sukses mengubah sampah plastik menjadi karya seni lukisan yang bernilai tinggi, bahkan hingga menembus pasar luar negeri.
"Awal saya melukis, dulu saya ada sponsor dari Berlin, Jerman dan membawa semua lukisanku ke Eropa. Sudah hampir semua negara Mexico, Kanada, Alabama, Swiss, Australia. Ini karena volunteer lingkungan yang berkaitan dengan saya rata-rata bule (orang asing) semua. Kalau untuk lukisan termahal itu pernah terjual 10.000 euro atau Rp 170 juta," ujar Edy, dikutip dari Tribun Medan.
Perjalanan Edy dalam dunia melukis sudah berlangsung sejak 2016 lalu. Kala itu, ia melukis hanya mengandalkan kreativitas yang dimiliki, tanpa mengenyam pendidikan formal seni.
Lewat kreativitas itulah, ia bisa membuat dua tipe lukisan: idealisme dan pesanan. Dua tema tersebut tentu memiliki perbedaan yang mencolok. Edy menjelaskan, untuk lukisan pesanan, biasanya para pemesan kerap memesan lukisan wajah berbahan dasar sampah plastik.
Sebagian hasil lukisan itu pun ia alokasikan untuk membantu aksi-aksi kemanusiaan, hingga membelikan atribut sekolah untuk anak-anak di pedalaman Indonesia. “Kalau lukisan pesanan, kan gak perlu pakai ide. Jadi, saya alokasikan ke anak pedalaman,” jelasnya.
Sementara itu, untuk lukisan idealismenya cenderung mengangkat tema-tema sosial yang lebih banyak diminati oleh orang-orang pecinta seni. Tak jarang para pecinta seni kerap membayar mahal lukisan idealisme yang dibuat oleh Edy.
"Kalau style saya sebenarnya suryalisme. Itu lebih ke imaginasi, misalnya saya cari judul dulu, kemudian saya pecah menjadi visualisasi. Penyampaian ke arah sosial. Orang bule suka dengan style ini dengan memberikan kreativitas ke pelukisnya. Jadi tak heran jika beli dengan harga ratusan juta itu bukan hal luar biasa," tuturnya.
Sampah membawa Edy berkeliling Indonesia
Selain menciptakan karya seni lukis, sampah juga membuat Edy mengelilingi Indonesia seperti ke Lampung, Mentawai, Bali, Sumba, Jember, Sulawesi, Banjarmasin, Katambua, Wamena, hingga perbatasan Timor Leste, dan daerah-daerah lainnya.
Dalam perjalanan tersebut, Edy juga selalu mengkampanyekan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dengan cara mengedukasi masyarakat. Adapun tema edukasi yang kerap dilakukan mengenai cara pengelolaan sampah agar menjadi income tambahan.
"Saya keliling karena sampah. Saya cuma mau berbagi pengolahan sampah. Awalnya saya tidak tahu apa-apa mengenai pengolahan dampak sampah. Tidak ada skill, pemahaman karena tidak pernah tidak saya dapatkan dari guru, orangtua. Cuma, ya kita tinggal memikirkan sendiri apa yang bisa dibuat dari puntung rokok atau pembalut. Tinggal kita pikirkan saja," jelasnya.
Hal unik dari Edy tidak hanya sebatas mengajarkan masyarakat agar mendapatkan pemasukan dari sampah. Namun, ia menjadikan sampah sebagai “alat pembayaran” bagi mereka yang ingin kursus bahasa Inggris di tempatnya.
"Kalau mau belajar mereka bayar pakai sampah. Jadi secara tidak langsung, orang tua mereka akan bertanya dan melihat," jelasnya.
Dengan melakukan berbagai gerakan tersebut, Edy berharap perjalanan dirinya mengelilingi Indonesia dengan sampah dapat memberikan efek positif pada lingkungan, khususnya memunculkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya mengelola berbagai jenis sampah, khususnya plastik.
"Akhirnya sejauh project kita berjalan ini tak ada lagi orang yang buang sampah. Karena mereka pakai untuk dijadikan sesuatu yang jadi income mereka," tutupnya.