“Misalnya kita membuat aplikasi untuk pass masuk ke spot-spot wisata di Manggarai Barat. Wisatawan bisa memesan dari mana saja, kapan saja, dan untuk spot wisata mana saja,” imbuh Remmy Pongkor.
Yang tidak kalah penting, menurut dia, faktor penunjang pariwisata juga sangat penting untuk didigitalisasi.
Ia bahkan menyebut hal ini menjadi pekerjaan rumah berat bagi Pemkab Manggarai Barat.
“Saran saya, konsep Smart City tadi bisa dijabarkan lagi oleh pemerintah daerah menjadi Smart District. Konsep smart District ini bisa mengatasi kesenjangan digital (digital divide). Ini penting, mengingat ibukota Manggarai Barat ada di ujung barat. Sementara kita perlu membuat ‘kue’ pariwisata dinikmati oleh masyarakat hingga pelosok Manggarai Barat,” ujarnya.
Remmy Pongkor mencontohkan, Pemkab Manggarai Barat misalnya bisa membuat Smart District di Noa, Kecamatan Pacar.
Di sana nantinya dibangun kantor perwakilan perizinan terpadu satu pintu, hingga perizinan perkebunan bahkan UMKM.
“Jadi izin usaha UMKM didigitalisasi sampai ke desa. Ini sangat penting untuk mengembangkan ekonomi digital dan UMKM di pedesaan menjadi tumbuh pesat,” kata Remmy Pongkor.
Contoh lain, lanjut dia, pemerintah daerah juga bisa membuat aplikasi inventory pemesanan hasil bumi dan ternak masyarakat, yang dimonitor oleh dinas terkait untuk memenuhi kebutuhan restoran dan cafe di Labuan Bajo.
“Jadi faktor penunjang pariwisata tidak melulu dari daerah lain. Bisa memanfaatkan hasil bumi dan ternak masyarakat Manggarai Barat sendiri. Penyalurannya juga dengan teknologi digital,” tegasnya.
Menutup paparannya, Remmy Pongkor kembali mengingatkan pentingnya membangun kota kecil seperti Labuan Bajo dengan konsep Smart District.
“Membangun kota kecil dengan konsep Smart District bisa mengatasi kesenjangan digital yang sangat mungkin terjadi di Manggarai Barat. Jadi jika infrastrukturnya sudah memadai, kenapa tidak kita kembangkan pariwisata dan ekonomi digitalnya,” pungkas Remmy Pongkor.