TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Banyaknya masyarakat yang menggunakan jasa pinjaman online (pinjol) menunjukkan bahwa sistem sosial di masyarakat sebenarnya tidak bekerja.
Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyu Kustiningsih SSos MA mengatakan, korban pinjol ilegal ini mungkin merasa sendiri, tidak ada bantuan dari orang terdekat dan buntu di tengah desakan ekonomi.
Apalagi, masa pandemi seperti ini tidak bisa diprediksi. Sehingga, korban nekat untuk meminjam kepada pinjol dengan bunga mencekik.
Kondisi korban yang tertekan secara finansial memang rentan untuk mengambil jalan pintas agar kebutuhan bisa segera terpenuhi.
“Oleh sebab itu, perlu adanya penguatan sistem pendukung di masyarakat. Saat ada salah satu warga yang terjerat pinjol, diharapkan tetangga dapat memberikan dukungan atau bantuan dalam mencari solusi,” katanya, baru-baru ini.
Dia menjelaskan, masyarakat bisa menginisiasi gerakan bersama menghadapi krisis saat pandemi termasuk persoalan ekonomi seperti pinjol dengan membangun kelompok-kelompok usaha kecil.
“Kalau ini tidak dilakukan akan banyak yang tertekan sehingga solidaritas sosial penting,” urainya.
Seperti diketahui pandemi Covid-19 mengubah seluruh aspek kehidupan dari aktivitas luring menjadi daring.
Maka, masyarakat pun semakin sering terpapar informasi pinjol ilegal maupun legal. Sayangnya, kondisi ini belum diikuti dengan literasi dan edukasi yang baik bagaimana menggunakan teknologi secara bijak.
Untuk itu literasi digital penting dilakukan untuk menekan risiko pinjol. Edukasi terkait dampak pinjol perlu diperkuat untuk menekan risiko munculnya korban-korban pinjol lainnya.
“Fenomena ini akan terus terjadi sehingga menjadi PR untuk bisa mendampingi masyarakat,” jelasnya.
Tak hanya itu, Wahyu mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan pinjol, sebab mayoritas pinjol saat ini bersifat ilegal atau tidak terdaftar dan berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain itu, penegak hukum diharapkan mampu merespons dengan cepat dan berinisiatif melindungi masyarakat korban jeratan pinjol.
“Masyarakat diharapkan juga bisa melakukan pengawasan, karena kekuatan terbesar di masyarakat melakukan pengawasan untuk melaporkan yang terjadi di lingkungannya,” katanya.
Teknologi Digital Berkembang
Pinjol adalah bukti bahwa teknologi berkembang. Namun, perkembangan itu seperti pisau bermata dua. Apabila tidak berhati-hati, maka pengguna bisa kena apes. Mau untung malah buntung.
“Pinjol itu bisa membantu masyarakat, asalkan edukasinya sudah dilakukan. Selama ini kan edukasinya kurang, tapi teknologinya berkembang terus. Siapa pun bisa mengedukasi agar masyarakat tidak mudah terjerat pinjol ilegal,” papar Kepala Program Studi (Kaprodi) Fakultas Bisnis dan Ekonomi (FBE) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Dr Y Sri Susilo MSi.
Dia menjelaskan, masyarakat yang terjerat pinjol ilegal biasanya adalah mereka yang memang membutuhkan duit tunai cepat. Mereka pun melupakan bunga di pinjol ilegal relatif lebih tinggi dan mencekik.
Bisa saja, mereka sudah tidak menghitung-hitung kemampuan mengangsur lantaran terbutakan dengan kecepatan pinjol ilegal memberikan uang tunai.
“Kuncinya, perlu hitung-hitungan dan edukasi. Pinjam ke perusahaan yang diawasi oleh negara, seperti OJK. Ini penting dilakukan agar tidak terlilit hutang dan menunggak,” jelasnya.
Susilo juga menekankan, masyarakat perlu memperhatikan keadaan sekitar. Sebab, perusahaan pinjol ilegal biasanya memiliki kantor di tengah-tengah warga.
Apabila menemukan suatu kantor penuh dengan karyawan, perlu ditanyakan terlebih dahulu. Jangan sampai kantor tersebut ternyata kantor pinjol ilegal yang menelan banyak korban.
“Kontrol sosial itu perlu juga. Harus tahu lingkungan sekitar. Siapa tahu ternyata di kantor itu adalah kantor pinjol ilegal yang sudah menekan banyak korban,” tandasnya. (ard)