TRIBUNNEWS.COM, SRAGEN - Bak pelita di tengah gulita, ungkapan tersebut mungkin pantas disematkan untuk Desa Wisata Sangiran yang berada di Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah (Jateng).
Desa Wisata Sangiran atau Dewi Sangir merupakan desa tempat di mana Museum Purbakala Sangiran, salah satu daya tarik wisata unggulan di Jateng berada.
Diketahui museum yang ditetapkan UNESCO sebagai salah situs warisan dunia pada 1996 ini sempat tutup lebih dari setahun lamanya sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19.
Museum Sangiran baru kembali dibuka pada 12 Oktober 2021 lalu, setelah tutup sejak April 2020.
Baca juga: Mengenal Cagar Budaya Sangiran, Destinasi Wisata yang Diakui UNESCO
Sekretaris Desa Krikilan sekaligus Ketua Pengelola Desa Wisata Sangiran, Aries Rustioko, menyebut ditutupnya Museum Sangiran lebih dari setahun memberikan dampak bagi masyarakat yang menggantungkan pendapatan dari sektor pariwisata.
“Saat Museum Sangiran ditutup kemarin begitu berdampak pada kami, apalagi yang berjualan di dalam area museum.”
“Bahkan ada yang menjual ternak sapi buat mencukupi kebutuhan hidup, karena mereka menggantungkan hidup pada jualan itu,” ungkap Aries saat ditemui Tribunnews.com di Desa Krikilan, Kamis (18/11/2021).
Aries mengungkapkan, dengan dibukanya kembali Museum Sangiran, dapat menjadi harapan bagi masyarakat sekitar.
Protokol Kesehatan di Museum Sangiran
Calon wisatawan saat ini tidak perlu ragu untuk mengunjungi Museum Sangiran di masa pandemi Covid-19.
Seluruh staf dan pegawai di Museum Sangiran sudah menjalani vaksinasi Covid-19.
Berdasar pantauan Tribunnews.com di lokasi, protokol kesehatan juga diterapkan secara maksimal.
Sebelum masuk ke Museum Sangiran, wisatawan diwajibkan memakai masker dan diminta melakukan scan barcode melalui aplikasi PeduliLindungi, maupun aplikasi lain yang dapat dipakai untuk check in.
Baca juga: Ganjar Ingin Perbanyak Event Berkelas di Sangiran
Bila mengalami kendala, wisatawan bisa menunjukkan bukti vaksinasi Covid-19.
Kemudian suhu tubuh pengunjung akan dicek oleh petugas menggunakan thermo gun.
Setelah dicek suhu, pengunjung akan menuju loket pembelian tiket yang sudah menyediakan hand sanitizer.
Sehingga, pengunjung dapat menggunakan hand sanitizer sebelum dan sesudah melakukan transaksi pembelian tiket.
Setelah itu, pengunjung dapat mencuci tangan di tempat yang sudah disediakan.
Terdapat empat wastafel yang dilengkapi sabun cair dan memiliki jarak kurang lebih satu meter antarwastafel.
Lalu sebelum memasuki ruang pameran, pengunjung diminta untuk menulis daftar tamu yang juga sudah dilengkapi hand sanitizer.
Staf Museum Sangiran sekaligus Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Wisata Sangiran, Wijanto, mengungkapkan Museum Sangiran sudah mendapat sertifikasi CHSE (cleanliness, health, safety, environment sustainability), yaitu kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan.
Wijanto menyebut saat ini Museum Sangiran memberlakukan sejumlah pembatasan, seperti jumlah ruang pameran yang dibuka.
“Saat ini dari tiga ruang pameran, masih dua yang dibuka, ruang pameran 1 dan 3,” ungkap Wijanto saat ditemui di Museum Sangiran, Kamis (18/11/2021).
Di masa pandemi, Museum Sangiran buka setiap hari Selasa hingga Minggu, pukul 09.00 hingga 14.30 WIB.
“Pukul 14.30 itu penerimaan tamu terakhir,” ungkap Wijanto.
Ia menyebut, setelah kembali dibuka, Museum Sangiran mulai banyak pengunjung.
“Hari Sabtu dan Minggu yang lumayan banyak, bisa 600-700 pengunjung dalam sehari,” ujarnya.
Rombongan pengunjung akan didampingi tour guide yang juga bertugas untuk mengawasi penerapan protokol kesehatan.
Wijanto mengungkapkan tidak ada pembatasan waktu bagi setiap pengunjung.
“Namun kalau di belakang sudah ada tamu lagi, ya yang depan diminta untuk jalan, agar tidak terjadi kerumunan,” ujarnya.
Di dalam area museum, pengunjung dapat membeli buah tangan berupa suvenir yang dijual di sejumlah kios.
“Di sekitar kios sudah ada tempat cuci tangan, setiap penjual di kios wajib pakai masker dan memiliki hand sanitizer,” ungkap Wijanto.
Adapun salah satu pengunjung dari Boyolali, Wartimah, mengungkapkan protokol kesehatan di Museum Sangiran diterapkan dengan baik.
“(Protokol kesehatan) sudah baik. Tadi masuk ke sini semua wajib pakai masker, terus cek suhu, dan cuci tangan,” ungkapnya.
Selain itu, Wartimah juga mengaku setiap 10-12 orang didampingi satu petugas.
“Di dalam museum jaga jarak diatur dengan baik,” ujar Wartimah.
Hadiah Spesial di Tengah Pandemi
Selain kembali dibukanya museum, Desa Wisata Sangiran juga mendapat hadiah spesial lainnya di tengah pandemi Covid-19.
Kini pariwisata di Desa Krikilan semakin menggeliat setelah Desa Wisata Sangiran atau Dewi Sangir berhasil masuk 50 Besar Desa Wisata Terbaik dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 yang diumumkan pada bulan Oktober kemarin.
“Kami sangat bangga, dan sempat kaget bisa masuk 50 besar,” ungkap Ketua Pengelola Desa Wisata Sangiran, Aries Rustioko.
Sebagai bentuk apresiasi tersebut, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, meninjau langsung Desa Wisata Sangiran pada 9 Oktober 2021 lalu.
Sandi mengunjungi Museum Sangiran dan Punden Tingkir, untuk menyerahkan piagam penghargaan kepada pengelola Desa Wisata Sangiran.
“Desa Wisata Sangiran ini kelasnya dunia karena ada situs yang sudah diakui dunia oleh UNESCO sebagai situs yang umurnya 1,8 juta tahun,” tutur Sandiaga Uno, dikutip dari rilis resmi Kemenparekraf.
Dalam kunjungan itu, Menteri Sandiaga didampingi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati.
Diketahui, Desa Wisata Sangiran baru dibentuk 2019 dan saat ini menyandang kategori desa wisata rintisan.
Meski langsung terbentur adanya pandemi Covid-19, Desa Wisata Sangiran disebut Aries tidak tinggal diam.
Aries dan Pokdarwis terus menggali potensi Desa Krikilan.
“Kami melakukan sejumlah kegiatan dengan prokes, tahun kemarin kami ada kegiatan Pasar Budaya Sangir yang berjalan lancar,” ungkap Aries.
Potensi Wisata Dewi Sangir
Aries mengungkapkan, ada tiga keunggulan yang dimiliki Desa Wisata Sangira, yaitu alam, budaya, dan outbond.
Aries menyebut kondisi alam yang dimiliki Sangiran memang tidak memiliki pegunungan maupun pantai seperti yang biasa dimiliki sebuah desa wisata.
“Tapi kami mempunyai keunggulan di zona situs purbakala, sebuah prospek unggulan dan tidak dimiliki di tempat lain,” ungkap Aries.
Di Desa Wisata Sangiran, Aries menyebut ada lapisan tanah yang berusia jutaan tahun yang lalu.
Keberadaannya bisa digunakan untuk wisata edukasi.
“Lalu ada juga sumber mata air asin. Air asin ini menandakan tempat ini dulunya lautan,” ungkapnya.
Selain alam, Desa Wisata Sangiran juga memiliki banyak kebudayaan yang bisa ditunjukkan.
“Ada kesenian Gejluk Lesung, Gamelan Renteng, Jathilan, dan yang lainnya,” kata Aries.
Selain itu, Aries juga menyebut Desa Wisata Sangiran menawarkan kegiatan outbond.
Sejumlah sekolah mulai dari SD hingga SMA di wilayah Soloraya sudah pernah menjalankan outbond di sana.
“Outbond kami sudah jalan sejak sebelum pandemi, tapi kemudian pandemi sehingga sekolah tutup, museum juga tutup,” ujarnya.
Manfaat Ekonomi yang Dirasakan Masyarakat
Lebih lanjut, dengan hadirnya Desa Wisata Sangiran, ekonomi masyarakat di Desa Krikilan mulai tumbuh.
Diketahui Museum Sangiran tidak hanya menjadi satu-satunya obyek wisata di sana.
Pasar Sangir, pasar budaya yang berlokasi di Punden Tingkir yang digelar setiap hari Minggu mulai digemari masyarakat.
Punden Tingkir diketahui merupakan sebuah lokasi yang dipercaya masyarakat sebagai peninggalan Joko Tingkir.
Selain terdapat pohon besar di punden tersebut, di atas bukit terdapat tiga makam yang dipercaya merupakan makam Joko Tingkir dan anak buahnya.
Setiap hari Minggu, setidaknya ada 32 lapak pedagang yang menjual makanan tradisional.
Para penjual merupakan warga setempat.
“Ada yang cuma penjahit, akhirnya bisa ikut berjualan. Ada yang tidak bekerja, tapi sekarang tiap minggu ada aktivitas untuk menghasilkan tambahan ekonomi,” ungkap Aries.
Selain masyarakat yang bisa berjualan di Pasar Sangir, manfaat bertumbuhnya Desa Wisata Sangiran juga dirasakan oleh pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lainnya.
Salah satunya ibu Siti Suryati (44) pedagang toko kelontong di sekitar Museum Sangiran.
Siti menyebut mulai membuka toko di tahun 1997.
“Dulu Museum Sangiran belum seperti ini. Tapi makin tahun makin berkembang dan menjadi semakin ramai setelah banyak pembangunan,” ungkap Siti.
Lokasi yang strategis membuat toko milik Siti kerap menjadi lokasi berhenti wisatawan untuk membeli minuman maupun makanan ringan.
Di masa pandemi Covid-19, Siti juga menjual masker dan hand sanitizer.
“Banyak wisatawan yang mampir beli, kami para pedagang lebih untung lagi dengan keberadaan Museum Sangiran,” ujar Siti.
Kemudahan Akses
Untuk diketahui, menuju Museum Sangiran sangatlah mudah dengan hadirnya bus Trans Jateng.
Bus Trans Jateng memiliki rute Solo-Sangiran-Gemolong-Sumberlawang-PP.
Wisatawan yang ingin mengunjungi Sangiran bisa berhenti di sub terminal Desa Krikilan yang terletak sekitar 400 meter dari Museum Sangiran.
Untuk menuju Museum Sangiran, wisatawan tak perlu khawatir karena sudah ada ojek mobil yang siap mengantarkan wisatawan menuju museum dengan tarif Rp 3.000 sekali berangkat.
Dengan semakin lengkapnya fasilitas penunjang di Sangiran, diharapkan dapat semakin mengembangkan wisata di Sangiran.
“Harapan kami dengan adanya Dewi Sangir dapat berdampak luas bagi masyarakat,” ungkap Aries.
Ia juga mengungkapkan tujuan bersama akan tercapai bila pemerintah desa dan masyarakat saling bergerak beriringan.
Sehingga ke depannya roda perekonomian di Desa Krikilan semakin meningkat dengan terbukanya banyak lapangan pekerjaan baru.
“Ada yang menjadi guide, ojek mobil, pedagang, UMKM, homestay, dan sebagainya. Sehingga ekonomi semakin merata,” ujar Aries. (*)
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto)