TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dua pekan paska terjangan guguran lahar Semeru, kehidupan di Kecamatan Pronojiwo mulai bergeliat lagi.
Beberapa rumah yang masih berdiri tampak ramai dengan warga sekitar yang berkumpul.
Setiap pagi, sebagian pengungsi menengok rumah mereka dan membersihkan sebisanya.
Sore hari mereka kembali ke pengungsian, tak sedikit pula yang menumpang ke rumah keluarga atau kerabat di lokasi yang lebih aman.
“Yang paling penting bagi kami sekarang kapan rumah kami yang hancur ini bisa diperbaiki, supaya kami bisa punya tempat tinggal lagi,” ujar Didin, warga dusun Sumbersari, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo.
Warga mengaku masih trauma dan was-was setiap langit mulai mendung.
Peristiwa 15 hari yang lalu tak mudah dilupakan.
Baca juga: Kunker ke Jatim, Puan Maharani Kunjungi Pengungsi Semeru Hingga Vaksinasi
Toha (55), petani salak warga dusun Sumbersari menceritakan saat itu lahar datang tiba-tiba.
Ia dan keluarganya nyaris tewas.
Toha bersama istrinya berusaha menyelamatkan diri dan membawa cucu mereka, Rara yang masih berusia 6 bulan.
Motor yang ia kendarai terjebak karena jalan keluar satu-satunya sudah terhalang abu vulkanik, material lahar dan pohon.
Mereka berhasil selamat setelah ditolong oleh mobil warga setempat.
Toha, Didin bersama sekitar 100 warga lainnya kini mengungsi di SMPN 02 Pronojiwo.
Mereka menempati ruang kelas yang dialihfungsikan menjadi bangsal.