News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mengenang 17 Tahun Tsunami Aceh: Doa Bersama, Hari Pantangan Melaut Hingga Denda Bagi Pelanggar

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bencana gempa dan tsunami Aceh 2004.

TRIBUNNEWS.COM, BIREUEN – Panglima Laot Bireuen, Badruddin mengimbau kepada para nelayan di pesisir pantai Bireuen mulai dari Kecamatan Samalanga hingga Gandapura agar tidak melaut, pada Minggu (26/12/2021) hari ini.

Larangan melaut dalam rangka mengenang dan memperingati musibah tsunami Aceh yang terjadi 26 Desember 2004 atau tepat 17 tahun lalu.

Panglima Laot Bireuen, Badruddin kepada Serambi, Sabtu (25/12/2021) mengatakan pemantauan ada tidaknya nelayan pergi melaut selain patroli Satpol Air Peudada, juga masyarakat di pinggir pantai.

Apabila ada nelayan yang kedapatan melaut hari ini, maka akan didenda.

"Dendanya atas kesepakatan bersama. Misalnya, nelayan tersebut bersama boatnya tidak boleh melaut selama tiga hari ke depan. Boleh jadi, denda lainnya sesuai adat laut yang berlaku di wilayah setempat," tegasnya.

Badruddin mengatakan, selain melarang melaut, para nelayan juga diminta melaksanakan doa bersama di wilayah masing-masing seperti di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Peudada, maupun tempat lainnya.

Diakuinya para nelayan sudah diimbau dan sudah diinformasikan untuk tidak melaut melalui pawang laot kecamatan, termasuk untuk sama-sama menggelar doa dan zikir di wilayah masing-masing.

Kegiatan doa dan zikir bersama, kata Badruddin, selain mendoakan agar korban tsunami mendapat tempat yang layak di sisi Allah, juga mengenang musibah yang terjadi 17 tahun lalu.

Baca juga: Peringati 17 Tahun Tsunami, Warga Susoh Abdya Aceh Gelar Ngaji dan Doa Bersama di Pantai Jilbab

Sehingga, dapat meningkatkan keimanan para nelayan dan masyarakat.

Nelayan Aceh dilarang melaut saat hari peringatan tsunami karena 26 Desember telah ditetapkan sebagai hari pantangan melaut.

"Kami berharap agar para nelayan dapat mematuhi terhadap keputusan adat ini," kata Wakil Sekjen Panglima Laot Aceh, Miftach Cut Adek, Sabtu kemarin.

Miftach mengatakan, hari pantang melaut ini telah diputuskan dalam musyawarah besar sejak 2005 silam atau 16 tahun yang lalu pasca tsunami melanda Aceh.

Miftach menegaskan, terhadap nelayan yang melanggar hari pantangan melaut ini maka akan diberikan sanksi tegas sesuai ketentuan yang telah disepakati bersama.

"Sanksinya adalah kapal akan ditahan minimal tiga hari dan maksimal tujuh hari, dan semua hasil tangkapannya akan disita untuk Lembaga Panglima Laot," ujarnya.

Miftach menuturkan, 26 Desember ditetapkan sebagai hari pantangan melaut karena pada setiap tanggal tersebut adanya peringatan bencana alam gempa dan tsunami di Aceh.

Komoditas Rangka Sastra Bireuen bersama lintas organisasi lainnya, Sabtu (25/12/2021) menggelar doa dan zikir bersama dan beberapa kegiatan lainnya di Kuala Raja, Kuala Bireuen mengenang musibah tsunami yang terjadi 17 tahun lalu

Apalagi sebagian besar korbannya adalah keluarga nelayan.

"Pantangan ini satu hari penuh, mulai dari tenggelamnya matahari sampai dengan tenggelamnya matahari hari sehari setelahnya," kata Miftach.

Miftach juga menyebutkan, hari pantangan melaut di Aceh sesuai hukum adat yang telah ditetapkan yakni saat hari Jumat (sehari penuh).

Kemudian, hari raya Idul Fitri (tiga hari berturut-turut), hari raya Idul Adha (tiga hari berturut-turut).

Selanjutnya, pada hari kenduri laot (tiga hari berturut-turut), hari kemerdekaan atau HUT RI pada 17 Agustus (sehari penuh), dan hari peringatan tsunami pada 26 Desember (sehari penuh).

Doa Bersama

Mengenang musibah tsunami Aceh yang terjadi 17 tahun lalu, komoditas kesenian Rangkang Sastra Bireuen menggelar doa dan zikir bersama di objek wisata Kuala Raja, Kuala, Bireuen.

Kegiatan ini berkat kerja sama dengan AMPI Bireuen, Lem Mukhlis, IMKJ dan Sapma PP Bireuen.

Baca juga: Gempa M 5,6 Guncang Maluku, Tidak Berpotensi Tsunami

Renungan terhadap musibah tsunami dengan tema Reunung Ie Beuna dalam rangka memperingati 17 tahun tsunami.

Selain doa bersama juga dilakukan peugleh pasie (gotong royong bersihkan pantai) dan gelar karya.

Amatan Serambi, para peserta umumnya mengenakan pakaian warna hitam melakukan zikir dan doa bersama.

Mereka menghadirkan Tgk Mahdi Juned, imum gampong setempat memimpin doa bersama.

Ketua panitia, Imamul Muttaqin kepada Serambi, mengatakan, Rangkang Sastra bersama lintas organisasi kepemudaan dan lainnya bersama-sama mengenang musibah 17 tahun lalu.

Situs tsunami kapal di atas rumah Lampulo, Banda Aceh saat dikunjungi Tribun, pada Kamis (5/12/2019) (Tribunnews.com/Rina Ayu Panca Rini)

Inti dari kegiatan adalah berdoa terhadap korban tsunami, dan mengingatkan masyarakat Aceh akan musibah tersebut sehingga lebih mendekatkan diri kepada Allah.

"Apa yang terjadi 17 tahun lalu, hendaknya menambah kekuatan iman kita. Semoga arwah korban tsunami mendapat tempat yang layak," ujarnya.

Menurutnya, selain kegiatan zikir juga dilakukan gotong royong membersihkan pantai dari sampah yang berserakan.

Pantai adalah salah satu tempat yang perlu dijaga bersama, terutama dari sampah yang berserakan. (yus)

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Nelayan Bireuen Nekat Melaut Bakal Didenda, Ini Dendanya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini