TRIBUNNEWS.COM, MAROS – Suryani, seorang kepala desa di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan ditetapkan sebagai tersangka terkait korupsi Anggaran Dana Desa tahun 2019-2020.
Akibat perbuatannya, keuangan negara disebut rugi Rp 1,4 miliar.
Kasus tersebut kini ditangani Kejaksaan Negeri Maros. Suryani ditahan sejak Selasa (28/12/21).
Suami Suryani yang sebelumnya menjadi kepala desa juga terjerat korupsi. Suaminya, Abdul Haris yang menjabat sebagai kepala desa di Bonto Manurung di periode sebelumnya, divonis hukuman satu tahun penjara.
Baca juga: PT Sinarmas Asset Management Dituntut Pidana Denda Total Rp 74,9 Miliar Terkait Korupsi Jiwasraya
Abdul terbukti menyelewengkan anggaran desanya sebesar Rp 191 juta di tahun 2018.
Koordinator Celebes Law and Transparacy Maros, Arialdi Kamal, pun mengapresiasi kinerja Kejaksaan itu.
Di sisi lain, ia mempetanyakan, kinerja Kejaksaan dan Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya dalam proses pengawalan penggunaan anggaran, khususnya di Desa.
“Kok bisa di rentang waktu yang tidak terlalu jauh dan di lokasi yang sama, penyimpangan itu terjadi. Pelakunya juga hampir dibilang itu-itu saja. Lalu dimana letak pengawasan anggaran, pendampingan yang selama ini digembar-gemborkan,” kata Arialdi, Rabu (29/12/2021).
Menurut Arialdi, apa yang telah dilakukan oleh aparat hukum khususnya Kejaksaan, terkesan tidak efektif dalam hal pencegahan.
Faktanya, kasus korupsi di Bonto Manurung yang awalnya hanya ratusan juta, justru malah naik menjadi miliaran.
“Logikanya, jika memang berhasil melakukan pendampingan, yah tidak ada kasus dong. Lho ini malah nilai kerugian negara malah naik dari ratusan jadi miliar. Kalau memang ada proses pendampingan, yah tentu tidak akan terjadi lagi,” lanjutnya.
Baca juga: Oknum Kades di Jambi Dituntut 1 Tahun Penjara Karena Palsukan Ijazah
Selain Kejaksaan dan Polisi, Arialdi juga menyoroti lemahnya proses kontrol dan pengawasan inspektorat Pemkab Maros.
Menurut Arialdi, jika pengawasan dan kontrol berjalan baik di lapangan, maka potensi kerugian negara pasti akan sangat minim.
“Yah mungkin daerah Bonto Manurung dan desa Bonto-Bonto lainnya yang berkasus di Tompobulu ini jauh. Makanya petugas inspektorat malas turun ke lapangan. Sehingga memang kontrolnya tidak berjalan. Kok bisa sampai ada potensi kerugian Rp 1,4 miliar di satu desa, ini kan fatal,” terangnya.