TRIBUNNEWS.COM - Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jawa Tengah Dwi Purnama memberi pernyataan terkait konflik yang ada di Desa Wadas.
Konflik pengukuran tanah di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, terjadi pada Selasa (8/2/2022).
BPN membantah terkait pemberitaan yang beredar di masyarakat dengan narasi seolah-olah lahan Desa Wadas diambil alih oleh pemerintah.
"Yang sering jadi masalah di berita-berita itu, seolah-olah pengambilalihan, padahal tidak," kata Dwi dalam konferensi pers di Mapolres Purworejo dikutip dari KompasTV, Rabu (9/2/2022).
"Kita sekarang justru melaksanakan hak masyarakat untuk mengetahui luas masing-masing kepemilikan, tanah, tanaman tumbuh di atasnya, kita inventarisasi dan identifikasi, setelah selesai, di-appraisal, nanti muncul namanya ganti untung, karena nilai pasti nilai yang tidak merugikan pemilik," paparnya.
Menurutnya, pengukuran dilakukan terhadap bidang tanah milik warga yang bersedia dan menerima penetapan lokasi.
"Yang kita laksanakan terhadap pihak yang sudah menerima, sehingga yang belum menerima kita hindari," jelasnya.
Baca juga: Ricuh di Wadas, PAN: Jangan Demi Pembangunan Rakyat Dikorbankan
Baca juga: Polisi Klaim Penangkapan Puluhan Warga Desa Wadas Telah Sesuai Prosedur
BPN menegaskan, langkah sat ini merupakan rangka untuk menginventarisasi dan identifikasi tanah warga.
"Kita bukan ambil alih, tugas kita semua tim adalah dalam rangka menginventarisasi identifikasi. (Tanah warga) yang belum (menerima), belum dilaksanakan, nanti ada mekanisme," lanjutnya.
Pelaksanaan pengukuran tanah ini merupakan proses pelaksanaan tugas di Kementrian ATR/BPN.
Menurutnya, pemerintah juga telah memberikan ruang dialog bagi masyarakat terkait adanya pembangunan waduk di Desa Wadas.
"BPN dalam hal ini melaksanakan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 jo PP 19 bahwa tahap saat ini adalah pelaksanaan tugasnya di Kementerian ATR/BPN, panlok (penetapan lokasi) pernah dilakukan gugatan namun gugatan ditolak," kata Dwi.
"Dengan itu kita selaku pelaksana melakukan pengukuran dalam rangka untuk mengetahui jumlah luas tiap bidang tanah, pemegang hak, tanam tumbuh di atasnya," tambahnya.
Dalam pengukuran tanah ini, BPN membentuk 10 tim dengan jumlah sekitar 80 orang dari BPN, Dinas Pertanian, pendamping, dan pemilik tanah.
Dwi menyebut target setiap hari bisa menyelesaikan 15-20 bidang per tim.
"Kita harapkan 200-an bidang per hari. Target iden inven (identifikasi dan inventarisasi) bisa selesai pada Kamis," ujarnya.
Baca juga: Ganjar Sebut Warga Desa Wadas yang Diamankan Polisi akan Dilepas
Baca juga: Komnas HAM Kecam Tindakan Kekerasan yang Terjadi di Desa Wadas: Tarik Aparat yang Bertugas
Diketahui pembangunan Bendungan Bener merupakan salah satu proyek strategis nasional, di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pengukuran lahan sempat tertunda karena terjadi penolakan oleh beberapa warga.
Dengan itu, ratusan aparat kepolisian dari Polres Purworejo, Polres Magelang hingga Polda Jawa Tengah diterjunkan untuk mengamankan petugas dari BPN dan Dinas Pertanian untuk melaksanakan pengukuran tanah ini.
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, dalam faktanya, pengukuran lahan ini mendapatkan penolakan dari warga.
Bahkan dikabarkan, sejumlah warga pun ikut ditangkap dalam kejadian tersebut.
Banyak warga mengecam aksi pengukuran ini hingga tagar Wadas Melawan juga banyak diserukan di jagat raya Twitter.
Diketahui, para warga yang ditangkap adalah mereka yang bersikeras menolak lahannya dibebaskan untuk penambangan batu adesit.
Luas tanah yang akan dibebaskan mencapai 124 hektar.
Batu andesit yang ditambang dari Desa Wadas ini sedianya akan digunakan sebagai material untuk pembangunan Waduk Bener yang lokasinya masih berada di Kabupaten Purworejo.
Para warga Desa Wadas yang menolak khawatir penambangan galian C di desanya akan merusak sumber mata air dan sawah, lantaran sebagian besar mata pencaharian mereka adalah petani.
Mereka menganggap lahan itu adalah sumber kehidupan mereka dan ketika ditambang berarti menghilangkan penghidupan Wadas yang berada di kawasan perbukitan Manoreh tersebut.
(Tribunnews.com/MilaniResti/Malvyandie Haryadi)