TRIBUNNEWS.COM, LAMPUNG BARAT- Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Lampung Barat turut mengomentari aksi petani membuang 30 peti tomat yang sempat viral.
Peristiwa itu terjadi di Pekon Sebarus, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat.
Dalam video yang beredar, tomat-tomat yang dibuang tersebut dipunguti oleh ibu-ibu.
Diketahui, aksi itu dilakukan oleh seorang pengepul sayuran bernama Marwan.
Baca juga: Video 1,5 Ton Tomat Dibuang di Lampung Barat, Pengepul Beri Klarifikasi, Tak Mau Salahkan Pemerintah
Buah tomat yang diperkirakan mencapai 1,5 ton itu dibuang di pinggir jalan lantaran tidak laku.
Pasalnya, harga tomat anjlok hingga menyentuh Rp 500 per kilogram.
Kejadian itu turut mengundang reaksi dari Kepala Dinas TPH Lampung Barat Nata Djudin Amran.
Nata menyayangkan aksi yang dilakukan sang pengepul.
Menurutnya, tidak bijak jika membuang tomat begitu saja.
"Sebenarnya saya sangat prihatin karena untuk bisa menghasilkan 30 peti tomat itu perlu biaya. Di samping biaya juga perlu waktu," kata Nata, Selasa (29/3/2022).
Baca juga: Bupati Lampung Barat Sayangkan Aksi Petani Buang 30 Peti Tomat: Padahal Harganya Cukup Baik
"Terlebih di tengah kondisi ekonomi kita yang sedang dalam masa sulit ini," sambungnya.
Kondisi anjloknya harga itu memang kerap terjadi di kalangan petani.
Pasalnya, soal naik turunnya harga, tergantung dari permintaan dan penawaran pasar.
Ia menilai, kondisi ekonomi saat ini sedang dalam masa sulit sehingga menurunkan daya beli masyarakat.
"Gambaran dari kondisi ekonomi yang sulit itu terlihat dari kejadian yang viral akhir-akhir ini," ujar Nata.
Nata mengatakan, harga tomat Rp 500 per kilogram itu sebenarnya tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan para petani.
Sehingga banyak petani yang memilih tidak memanen tomatnya sembari menunggu harga naik.
"Per hari ini kami sudah mengecek bahwa harga tomat dari petani Rp 800 per kilogram," ungkapnya.
Baca juga: Menkominfo: Kalau Sudah Pakai Set Top Box Otomatis akan Menerima Layanan TV Digital
"Sementara di pengumpul mencapai Rp 1.000 per kilogram," tambah dia.
Atas kejadian viral tersebut, pihaknya telah menindaklanjutinya dengan melakukan koordinasi ke kementrian terkait.
"Tadi dari Dirjen rencananya akan ke sini membawa mobil kontainer untuk mengangkut 2-3 ton tomat dengan harga Rp 800 per kilogram," terangnya.
"Namun, saat ini di pengepul harga sudah mencapai Rp 1.000 per kilogram," imbuh Nata.
Hal ini menjadi masalah baru bagi pihaknya.
"Inilah salah satu kesulitan kita. Begitu viral, harga pasti naik," kata Nata.
"Dan kenaikan harga itu tidak bisa kita adang," lanjutnya.
Meski demikian, Nata mengaku, momen tersebut dapat dijadikan sebagai pembelajaran.
"Paling tidak, dengan adanya fenomena ini membuat sentakan bagi kita untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan yang bergerak di industri pengolahan tomat," jelas dia.
Akan tetapi dalam menjalin kerja sama tersebut, terus dia, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan.
"Kita tidak bisa sembarangan melakukan kerja sama. Kita harus berhati-hati karena kerja sama ini memerlukan komitmen di antara para pemangku kepentingan," jelasnya.
"Apabila suatu pihak mangkir, itu akan menimbulkan kesulitan terhadap pihak lainnya," imbuh dia.
Selain itu, ada pula persyaratan lainnya yang mesti dipenuhi.
Baca juga: VIRAL Pedagang di Lampung Barat Buang 1.500 Kilogram Tomat, Ini Fakta-Faktanya
"Misalnya, berapa tingkat residu yang ada di tanaman kita apakah sudah memenuhi standar dari perusahaan atau belum," kata Nata.
Maka dari itu, sebelum membentuk jalinan kerja sama dengan suatu perusahaan, pihaknya ingin membahas dan memelajari lebih lanjut mengenai konsep kerja sama yang akan diusung.
"Maka dari itu kita sedang mencoba untuk menjajaki dan kita bahas perihal persyaratan itu," terangnya.
"Bahkan kalau perlu saya bawa petani saya. Kan mereka itu sebagai pelakunya," sambung Nata.
Nata meneruskan, agar para petani mengetahui, hasil panen tomat mereka masuk atau tidak dalam standar perusahaan.
Sebenarnya, berkenaan dengan anjloknya harga tomat, Dinas TPH Lampung Barat bukanlah instansi yang membidanginya.
"Fungsi dari Dinas TPH Lampung Barat sendiri bagaimana caranya agar petani bisa memproduksi hasil pertaniannya dengan baik. Soal penjualan atau pemasaran, itu tugas dinas lain," jelas Nata.
"Tapi kalau dalam bidang pertanian tidak ada hasil, itu baru murni kesalahan kami selaku jajaran Dinas TPH Lampung Barat," sambungnya.
Dari kasus tersebut, ia berharap, jangan hanya mengandalkan pemerintah dalam mencari solusi.
Akan tetapi, harus ada sinergi dari berbaga pihak untuk menemukan solusinya.
"Saya berharap, petani kita bisa menjadi peneliti dan pengusaha di kebunnya sendiri," harap Nata.
"Artinya, untuk menanam dan proses produksi lainnya, petani harus memperhatikan hal-hal yang mungkin akan merugikan dirinya," tambah dia.
Ia menjadikan kasus viralnya tomat yang dibuang di pinggir jalan dan dipunguti sejumlah ibu-ibu.
"Seperti misalnya, tanaman ini daya serap pasar ini berapa sih. Kalau semua menanam tomat, ketika harga mahal pasti bakal membludak hasil panennya," ungkap dia.
"Harusnya mereka sudah bisa mengevaluasi bagaimana baiknya," pungkas Nata.
( Penulis: Nanda Yustizar Ramdani)
Artikel ini telah tayang di TribunLampung.co.id dengan judul Viral Petani di Lampung Barat Buang 1,5 Ton Tomat, Begini Kata Dinas TPH