TRIBUNNEWS.COM - Kasus korban begal di Lombok Tengah, Murtede alias Amaq Sinta (34) ditetapkan menjadi tersangka menuai polemik.
Diketahui, Amaq Sinta ditetapkan sebagai tersangka karena menghilangkan nyawa dua pelaku begal saat membela diri.
Terbaru, Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) telah menghentikan penyidikan penetapan tersangka pada Amaq Sinta, Sabtu (16/4/2022).
Baca juga: Kasus Korban Bunuh Pelaku Begal di Lombok Tengah, Pakar: Pada Dasarnya Salah, tapi Bisa Dimaafkan
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto pun mengungkapkan proses di balik penghentian penyidikan itu.
Sebelum diputuskan SP3, pihaknya melakukan gelar perkara dan mengundang sejumlah pakar hukum.
"Kita melakukan gelar perkara, yang menghadiri pakar hukum. Kami berdiskusi mendengar masukan dan pendapat pakar, dan diputuskan bahwa kasus tersebut SP3 atau dihentikan penyidikannya," kata Artanto, dikutip dari tayangan YouTube TV One, Minggu (17/4/2022).
Secara formil, pihaknya menilai perbuatan Amaq Sinta hingga membuat pelaku begal meninggal dunia masuk dalam kategori pembelaan terpaksa.
Baca juga: Kapolda NTB Ungkap Alasannya Hentikan Penyidikan Kasus Amaq Sinta, Korban Begal yang Jadi Tersangka
Sehingga, pasal-pasal yang awalnya disangkakan pada Amaq Sinta terhalang.
Sementara, dari sisi materiil, tindakan pembelaan Amaq Sinta juga dinilai patut dan wajar dilakukan.
"Secara formil, mengilangkan nyawa yang disubsidair penganiayaan sampai meninggal dunia sebagaiman diatur pasal 338 subisiar pasal 351 ayat 3 KUHP terhalang oleh 49 ayat 1 KUHP yaitu pembelaan terpaksa," jelas Artanto.
"Secara materiil, perbuatan Amaq Sinta tidak betentangan dengan aturan hukum yang hidup di masyarakat."
"Artinya perbuatan tersebut patut dan wajar dilakukan Amaq Sinta dalam situasi tersebut," sambung dia.
Baca juga: Tanggapi Korban Begal Jadi Tersangka, LaNyalla: Polisi Bisa Gunakan Pasal 49 KUHP
Namun, Artanto menekankan, penyidikan pada kasus pembegalaan yang menimpa Amaq Sinta tetap berjalan sesuai koridor hukum.
Dimana pelaku begal berinisial W dan H.