TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Keputusan Pemerintah yang menaikkan harga tiket naik ke Candi Borobudur Rp 750 ribu disebut mengabaikan psikologi politik masyarakat.
Pakar Bidang Opini Publik dan Partai Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof. Dr. Tulus Warsito mengatakan kenaikan harga tiket itu tergolong fantastis.
”Naiknya harga tiket yang fantastis dan membuat geger masyarakat ini kaitannya dengan etika politis kebijakan. Memang menjadi sangat problematis, karena tiba-tiba bisa naik drastis hingga Rp 750 ribu," katanya, Selasa (07/06/2022).
"Hal ini seolah-olah pemerintah atau siapapun yang memutuskan itu mengabaikan kondisi masyarakat. Walaupun hingga saat ini masih dikategorikan sebagai wacana,” sambung pengamat budaya UMY tersebut.
Baca juga: Tiket Candi Borobudur Bakal Naik, Komisi VI: Erick Thohir Jangan Keluarkan Kebijakan dari Langit
Jika ingin tidak ada gelojak, lanjutnya, pemerintah harus memperhatikan kondisi masyarakat.
Namun apabila kondisi masyarakat tidak diperhatikan, hal tersebut dikatakan sebagai menyepelekan psikologi politik kebijakan umum.
Menyikapi hal tersebut, menurut Prof. Tulus seharusnya pemerintah tidak 100 persen berkuasa secara politik karena kepemilikan dan pemeliharaan juga kaitannya dengan UNESCO PBB.
Baca juga: Soal Tiket Naik Candi Borobudur Rp 750 Ribu, Bhikkhu Pannyavaro: Rakyat Kecil Tentu Tidak akan Mampu
”Kalau kita berbuat objektif untuk menuju kebermanfaatan seharusnya dikonsolidasikan atau didiskusikan bersama bagaimana baiknya melalui diskusi kebudayaan," lanjutnya.
"Kenyataannya saat ini masih dalam wacana dan belum ada ketetapan tarif dan belum ada SOP teknisnya,” tutupnya. ( Tribunjogja.com )
Penulis: Christi Mahatma Wardhani
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Pengamat Budaya UMY : Kenaikan Tarif Candi Borobudur Abaikan Psikologi Politik Masyarakat