Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Debit air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Rejoso di Pasuruan, Jawa Timur, terindikasi menyusut. Hal ini terlihat dari turunnya debit Mata Air Umbulan dari 6.000 liter/detik (1980) menjadi sekitar 4.000 liter/detik di 2018.
Mata air yang berada di tengah wilayah DAS Rejoso merupakan salah satu mata air dengan debit terbesar di Pulau Jawa yang menyuplai air bersih untuk sejumlah daerah di Jawa Timur yang mencakup Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya.
DAS Rejoso juga menyediakan berbagai macam Sumber Daya Alam (SDA) untuk masyarakat yang bermukim di daerah sekitar DAS.
Untuk menyelamatkan sumber daya air di DAS Rejoso Pemerintah menekankan perlunya keterlibatan sektor swasta.
“Pengelolaan sumber daya alam tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah, tapi memerlukan keterlibatan aktif dan investasi seluruh pemangku kepentingan, utamanya masyarakat dan pengusaha yang memanfaatkan sumber daya alam tersebut," ujar Asisten Deputi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Konservasi Sumber Daya Alam, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi RI, Mochamad Saleh Nugrahadi, S.Si., M.Sc., Ph.D.
Baca juga: Sekda Provinsi Kalteng dan Sekda Wilayah DAS Barito Sepakati Pembangunan Universitas Barito Raya
Saleh Nugrahadi menyampaikan penekanan tersebut di acara lokakarya “Pengelolaan DAS Terpadu di WIlayah Kabupaten Pasuruan Melalui Investasi Bersama Sumber Daya Air” di Jakarta baru-baru ini yang diikuti perwakilan pemerintah pusat dan perwakilan sejumlah perusahaan yang beroperasi di Pasuruan.
Saleh Nugrahadi mengatakan, dengan bekerja bersama dari hulu ke hilir, dia yakin DAS Rejoso akan terjaga dan dapat dimanfaatkan hingga bertahun-tahun yang akan datang.
"Kami juga mendorong DAS Rejoso untuk menjadi contoh baik pengelolaan DAS terpadu di dalam World Water Forum 2024 nanti,” ujar Mochamad Saleh.
Di kesempatan sama, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc., yang diwakili Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor, KLHK, Erik Teguh Primiantoro, S.Hut., MES. menyampaikan apresiasi tinggi terhadap upaya pelestarian DAS Rejoso.
"Upaya tersebut adalah wujud menjaga daerah aliran sungai agar tetap sehat. Air ibarat darah dalam kehidupan suatu DAS. Kita perlu membangun pemikiran bahwa menjaga air tetap lestari sama dengan menjaga diri sendiri. Ini berlaku bagi semua pengguna air, masyarakat umum dan khususnya pihak industri," ungkap Erik Teguh.
Erik menambahkan, Pemerintah dengan instrumen kebijakan di tingkat nsional maupun daerah. KLHK memilik banyak data dan informasi berbasis riset yang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan terpadu DAS. "Pelaku usaha dapat mengaitkan upaya-upaya konservasi DAS untuk mendukung penilaian peringkat PROPER," ujar Erik Teguh.
Erik Teguh mengatakan, dalam konteks DAS Rejoso, perlu diupayakan pembangunan usaha tak hanya bagi kalangan bisnis, tetapi juga masyarakat dengan bisnis berbasis air untuk penguatan ekonomi masyarakat dan daerah.
Bupati Pasuruan, HM Irsyad Yusuf, SE, MMA yang diwakili Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Pasuruan, Rachmat Syarifuddin, S.Sos, menekankan perlunya keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan.
“Pembangunan yang masif bisa berakibat rusaknya lingkungan. Pemerintah Kabupaten Pasuruan memandang penting upaya penyeimbangan kegiatan pembangunan dengan pelestarian lingkungan," kata Rachmat.
Baca juga: Kepala BNPB Tekankan Pentingnya Pelestarian Alam Sekitar DAS untuk Cegah Bencana Alam
Dengan terbentuknya Forum DAS Kabupaten Pasuruan yang bergerak di tengah keterbatasan sumber daya, diharapkan pengelolaan pemanfaatan daerah sungai dapat dijalankan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kemaslahatan, misalnya melalui skema pembayaran jasa lingkungan seperti yang dilaksanakan di DAS Rejoso.
Bupati Pasuruan juga berharap tingginya minat kalangan swasta untuk menjalankan usaha berbahan bahan baku air dapat diikuti dengan peran aktif mereka dalam pelestarian lingkungan guna memastikan keberlanjutan usaha.
Dr. Beria Leimona, Senior Expert Landscape Governance and Investment, ICRAF Indonesia Program yang juga jadi narasumber lokakarya ini mengatakan, skema pembayaran jasa lingkungan seperti yang dilaksanakan di hulu dan tengah DAS Rejoso pada dasarnya adalah skema ko-investasi.
Dalam skema tersebut, ada pihak yang berperan sebagai penjual jasa lingkungan (misalnya petani pengelola lahan yang melakukan konservasi tanah dan air), lalu ada pihak pembeli jasa lingkungan.
"Yaitu para pihak yang menikmati jasa lingkungan, misalnya ketersediaan air bersih, dan yang terakhir adalah pihak perantara, biasanya konsorsium atau forum yang disepakati bersama untuk mengelola program seperti melakukan identifikasi dan verifikasi lahan, mengukur indikator capaian, melakukan monitoring kinerja, juga menyalurkan dana kompensasi,” terang Dr. Beria.
Pelaksanaan skema pembayaran jasa lingkungan untuk tujuan konservasi DAS, menurut Dr. Beria, perlu dilaksanakan dengan prinsip-prinsip kearifan lokal misalnya dalam pemilihan jenis pohon yang ditanam oleh petani sendiri karena pertimbangan manfaat, hal yang dapat menumbuhkan rasa memiliki.
Selain itu, penilaian program tidak hanya dilakukan dari segi aktifitas, tetapi juga dari keluaran berupa angka penurunan erosi dan peningkatan infiltrasi air.
Dr. Ir. Heru Hendrayana, Peneliti Senior dari Universitas Gajah Mada, menjelaskan, keberhasilan penerapan skema imbal jasa lingkungan DAS Rejoso secara scientifik dan akademik sudah terukur dan harus dilanjutkan.
“Tetapi untuk bisa berlanjut, hal ini perlu masuk ke dalam program pemerintah yang akan menjamin keberlanjutan,” ujar Dr. Heru
Data terakhir debit Mata Air Umbulan bahkan sudah sangat menurun sampai sekitar 2900 liter per detik, Dr. Heru menegaskan kondisi tersebut sudah sangat kritis dan memerlukan tindakan nyata, menyetop kebocoran air, dan melakukan pengisian dengan upaya konservasi.
Ketua Forum Koordinasi Pengelolaan DAS Kabupaten Pasuruan, Heru Farianto, S.Sos, M.Si., yang juga adalah Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan, menjelaskan, mandat FDP adalah mendorong semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan DAS di Kabupaten Pasuruan agar terlibat aktif dalam pembiayaan berbasis kinerja dan partisipasif.
“Tentang skema pembayaran jasa lingkungan sebagai strategi konservasi di sembilan DAS di Kabupaten Pasuruan, saat ini sedang dibuatkan draft Peraturan Bupati. Harapannya, peran serta pihak swasta dalam konservasi lingkungan lewat pembayaran jasa lingkungan hidup akan membantu menaikkan taraf hidup para petani dan bagi pelaku usaha merupakan langkah untuk menjamin keberlangsungan usaha dan meningkatkan branding dan citra perusahaan,” ujar Heru.
Di akhir, Direktur Sustainable Development Danone Indonesia, Karyanto Wibowo, mengatakan, skema pembayaran jasa lingkungan yang dilaksanakan di wilayah hulu dan tengah DAS Rejoso perlu diapresiasi.
“Kami melihat bahwa skema pembayaran jasa lingkungan yang digagas di DAS Rejoso ini tidak hanya tepat sasaran karena menggunakan studi ilmiah sebagai dasar penentuan lokasi dan bentuk konservasi air yang dipilih, namun juga dengan adanya pelibatan masyarakat yang tinggal di kawasan hulu DAS sebagai pihak yang memelihara dan juga Forum DAS sebagai institusi yang melakukan pemantauan rutin untuk memastikan upaya konservasi yang dilakukan terjamin keberlanjutannya,” kata Karyanto.