Laporan Wartawan Tribunnews.com, Arif Tio Buqi
TRIBUNNEWS.COM - Petani tembakau di lereng Gunung Sumbing merasakan beban berat beberapa tahun ini.
Hasil panen tembakau yang didapat dalam dua tahun ini tak maksimal seperti tahun-tahun sebelumnya.
Faktor cuaca yang tak menentu membuat kualitas tembakau menurun dan harga jualnya pun menjadi rendah.
Suyadi (45), petani di Desa Legoksari, Tlogomulyo Temanggung, mengatakan harga tembakau anjlok di angka Rp 40.000-60.000 per kilogram.
Untuk tembakau dengan kualitas bagus hanya mentok di harga Rp 60.000.
Padahal, selama ini wilayah Ledoksari terkenal dengan penghasil tembakau terbaik di Indonesia.
Harga tembakau yang berasal di wilayah tersebut biasanya berada di atas harga 100 ribu per kilogram rajangan.
Bahkan, untuk tembakau dengan kualitas super terbaik nilainya bisa mencapai Rp300ribu-500ribu.
Untuk diketahui, tembakau akan bagus ditanam saat musim kemarau yang sangat kering dan tidak ada hujan.
Hujan yang datang saat musim kemarau akan menjadi ancaman untuk pembibitan tembakau.
Tembakau muda sangat rentan mati jika terkena air terus, sehingga mau tak mau petani harus menanam ulang lagi.
Dengan demikian, biaya produksi yang harus dikeluarkan petani pun menjadi lebih banyak.
"Tembakau itu cenderungnya bagusnya di cuaca kering, kena hujan juga kualitasnya menurun," kata Suyadi saat ditemui di kediamannya, Jumat (30/9/2022).
Persoalan lain yang dihadapi petani adalah dicabutnya subsidi pupuk oleh pemerintah.
Petani tembakau di Temanggung biasanya menggunakan pupuk ZA, yang harganya saat disubsidi sebesar Rp 80 ribu.
Ketika subsidi pupuk dicabut, harga pupuk bisa mencapai Rp 300.000.
Suyadi mengungkapkan, estimasi biaya produksi tembakau untuk 1 hektare (ha) sekitar Rp 60 juta dan akan menghasilkan 6-7 kuintal tembakau kering dengan kualitas bagus jika cuacanya mendukung.
"Artinya jika dikalkulasikan, Rp 60 juta dibagi 6-7 kuintal itu akan menghasilkan harga tembakau sekitar Rp 100 ribu, itu saja baru balik modal."
"Makanya para petani bisa meraih hasil panen yang layak jika harganya rata-rata di atas Rp 100 ribu," ujar Suyadi.
Wacana Kenaikan Cukai
Di tengah permasalahan tersebut, petani tembakau juga dihadapkan dengan wacana kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT).
Pemerintah menargetkan penerimaan total cukai 2023 sebesar Rp 245,45 triliun atau sekitar 10 persen dari total penerimaan APBN 2023.
Salah satu cara yang bakal diterapkan ialah dengan menyesuaikan tarif cukai rokok.
Suyadi pun menolak wacana pemerintah untuk menaikkan tarif CHT itu.
Menurutnya, hal itu akan berimbas kepada petani tembakau secara langsung.
"Ya kita keberatan, jika awalnya biaya prduksi 60 juta dengan kenaikan cukai bisa sampai 80 juta. Lebih naik lagi menambah biaya produksi," kata Suyadi.
Selain itu, kanaikan tarif CHT juga akan membuat pabrik menekan harga bahan baku rokok.
Hal itu tentu akan membuat harga tembakau semakin turun lagi, padahal saat menjual pun petani sudah kena beban pajak.
"Kita kirim ke gudang juga kena pajak terus saya kira pabrikan pun demikian, karena cukai naik maka yang ditekan itu dari bahan baku diantaranya cengkeh dan tembakau," kata Suyadi.
Ia pun berharap pemerintah dapat memberi solusi atas kondisi harga jual tembakau dipasaran saat ini, dan tidak menaikkan tarif CHT dulu.
(Tribunnews.com/Tio)