News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kongres Masyarakat Adat Nusantara

Kisah Perempuan Adat Mee Pago Nabire Papua Sukses Sekolahkan Anak-anaknya dari Usaha Merajut Noken

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Meliana Badii (56), perempuan adat Mee Pago Nabire saat sedang mengatur noken dari serat kayu hasil rajutan tangannya di sela sidang pleno pertama KMAN VI di Stadion Barnabas Youwe, Jayapura, Papua, pada Kamis (27/10/2022). Dari hasil penjualan noken, Meliana mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya pendidikan anak-anaknya.

Laporan Wartawan TribunPapuaBarat.com, Kresensia Kurniawati Mala Pasa

TRIBUNNEWS.COM, JAYAPURA - Perempuan adat Mee Pago dari Kabupaten Nabire, Papua berbagi cerita mengenai kehidupannya sehari-hari.

Meliana Badii (56), seorang mama Papua dari Nabire mengungkapkan, rutinitas perempuan adat Mee Pago pada umumnya adalah berkebun dan merajut noken (tas tradisional Papua).

Baca juga: Peserta Sidang Komisi Organisasi KMAN VI Sepakat Pasal 1 dan 2 Anggaran Dasar AMAN Diubah

"Dari pari sampai siang jam 12 itu tong (kita) pergi kebun. Sampai rumah, lanjut rajut noken sampai malam," tutur Meliana Badii saat ditemui TribunPapuaBarat.com dalam sidang pleno pertama Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI di Stadion Barnabas Youwe, Jayapura, Papua, Kamis (27/10/2022).

Merajut noken, selain menjadi identitas masyarakat adat Papua, sekaligus tumpuan hidup perempuan adat Mee Pago dari Nabire.

Pasalnya, dari hasil penjualan noken akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya pendidikan anak-anak.

Meliana Badii mengakui, itulah yang dialami dirinya yang harus membesarkan dan menyekolahkan tujuh orang anaknya.

"Tong punya anak-anak bisa sekolah tinggi, yah dari hasil jual noken ini sudah," ujar wanita kelahiran Nabire, 15 Maret 1967 itu.

Baca juga: Manfaatkan Pleno KMAN VI, Masyarakat Adat Nabire Jejal Noken di Stadion Barnabas Youwe 

Menurut Meliana Badii, perempuan adat Mee Pago Nabire telah diasah sedari kecil untuk mampu mengerjakan banyak hal.

Mulai dari berkebun, berjualan sayur di pasar, merajut noken, mengasuh anak, hingga menjadi orang tua tunggal, seperti yang saat ini dijalani Meliana Badii.

Namun, tak ada kata mengeluh bagi perempuan adat Mee Pago Nabire.

Meliana Badii menyebut, latihan kesabaran dalam hidup didapat mana-mama Papua saat berjuang merajut dan menjual noken.

Untuk menghasilkan satu karya seni bernilai tinggi berupa noken dari serat kayu anggrek hutan, dibutuhkan proses yang lama.

Mulai dari mencari anggrek di belantara hutan hingga proses merajutnya.

"Tong kalau masuk hutan kadang-kadang satu bulan baru dapat. Setelah ketemu, tong rajut itu bisa sampai satu minggu baru jadi satu," pungkasnya.

Seorang perempuan adat Mee Pago Nabire lainnya bernama Pendeka Dou (45) menambahkan, tantangan terbesar yang dialami setelah selesai merajut noken adalah pemasarannya.

Ketika dijual di pasar tradisional di Nabire, penghasilannya tak seberapa karena sepi pembeli.

Oleh sebab itu, perempuan adat Mee Pago Nabire, rela merogoh kocek Rp 300 ribu untuk biaya kapal sekali perjalanan, memboyong semua noken rajutan mereka ke Jayapura.

Baca juga: Potret Perjalanan Binmas Noken Satgas Nemangkawi 2018 – 2019 Dibukukan 

"Kalau ada kegiatan besar di Jayapura, tong pasti datang. Karena dari situ tong bisa dapat dua sampai tiga, daripada di kampung yang hanya 50 ribu," jelas Pendeka Dou.

Sehingga, perempuan adat Mee Pago Nabire merasa sangat bersyukur KMAN VI diselenggarakan di wilayah adat Tanah Tabi, Jayapura.

Dengan begitu, perempuan adat Mee Pago Nabire memiliki kesempatan menjual noken rajutan mereka di sela-sela mengikuti KMAN VI.

Sembari memperkenalkan kepada peserta KMAN VI dari Sabang sampai Merauke tentang noken, warisan budaya asli Papua, Indonesia yang telah diakui dunia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini