Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) kecewa dengan pemisahan persidangan tersangka pelaku kasus mutilasi empat warga Nduga, Papua.
Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar mengatakan persidangan tersebut tidak sesuai dengan permintaan keluarga korban dan publik.
"Hari ini sebetulnya ada persidangan terpisah antara pelaku militer dan pelaku sipil. Hari ini sedang berlangsung persidangan militer.
Ini sebetulnya tidak sesuai dengan (permintaan) keluarga korban," ujar Rivanlee di Grha Oikoumene Persatuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Jakarta, Senin (12/12/2022).
Padahal, lanjutnya, keluarga korban ingin persidangan menggunakan mekanisme koneksitas atau persidangan atas tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh militer dan warga sipil. Serta diperiksa dan diadili di pengadilan umum.
"Keluarga korban menginginkan agar pelaku militer maupun sipil diadili di pengadilan umum, bukan di pengadilan militer," jelasnya.
Baca juga: Keluarga Korban Mutilasi Nduga Harap Ketemu Jokowi Sebelum 25 Desember: Bisa Pulang Rayakan Natal
"Kami memang menduga proses ini akan terjadi karena sejak awal prosesnya cenderung tertutup dan tidak menerima masukan dari banyak pihak, alhasil persidangan hari ini tidak diketahui oleh keluarga korban dan juga pendamping," Rivanlee menambahkan.
Sebagai informasi, lima dari enam prajurit TNI yang berdinas di Brigif 20 Timika menjadi terdakwa kasus mutilasi terhadap warga sipil mulai menjalani persidangan di Mahkamah Militer III-19 Jayapura, Senin (12/12/2022).
Kelimanya adalah Kapten Inf. Dominggus Kainama, Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Robertus Putra, Praka Pargo Rumbouw, dan Pratu Rizky Oktaf Muliawan.
Terdakwa lain adalah Mayor Inf. Hermanto akan disidangkan di Mahmilti Surabaya.
Selain melibatkan prajurit, kasus mutilasi juga melibatkan empat warga sipil, yakni APL alias Jeck, DU, R, dan RMH alias Roy Marthen Howai dan akan disidangkan di Pengadilan Negeri Timika.
Sedangkan, empat korban kasus mutilasi, yaitu Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniol Nirigi, dan Atis Tini berasal dari Kabupaten Nduga, Papua.