TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan kekerasan seksual terhadap para santriwati dan ustadzah di pondok pesantren Al Djaliel 2 di Jember masih dalam penyelidikan.
Korban sudah dilakukan Visum Et Repertum dan Pemeriksaan Psikiatri kepada 5 saksi/korban dari 17 saksi korban yang ditetapkan Polres Jember.
Hal ini disampaikan Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar pada konferensi pers di Kantor Kementerian PPPA, Jakarta, Jumat (27/1/2023).
Kasus ini menurut Nahar sangat mengkhawatirkan mengingat kekerasan seksual masih terus terjadi di institusi pendidikan berbasis agama.
"Sejak awal Januari, KemenPPPA melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD-PPA) Kabupaten Jember dalam kasus pencabulan terhadap para santriwati dan ustadzah, yang diduga dilakukan oleh pengasuh pondok pesantren," kata Nahar.
Kasus kekerasan seksual dan juga kekerasan fisik yang masih banyak terjadi pada institusi pendidikan berbasis agama sangat menyedihkan.
Dalam kasus di Jember ini, ada satu hal pandangan yang mengkhawatirkan.
Dari hasil keterangan yang diperoleh, saksi/korban memiliki pandangan bahwa hal pencabulan yang dilakukan oleh terlapor bukan sesuatu/tindakan yang salah.
Bahkan saksi/korban memiliki pandangan/perspektif bahwa pencabulan yang dilakukan terlapor/tersangka merupakan hal yang wajar.
"Hal ini yang perlu mendapat perhatian khusus dari stake holder terkait," kata Nahar.
Nahar mengatakan, KemenPPPA akan terus memantau dan memastikan upaya pendampingan terhadap anak korban sesuai kebutuhan.
Baca juga: Pengasuh Pondok Pesantren di Jember Diperiksa sebagai Tersangka Kasus Pelecehan Seksual
"Kami akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum terkait proses hukum yang sedang berjalan agar dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Nahar.