News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perlu Kolaborasi Berbagai Pihak dalam Penyelasaian Permasalahan Habitat Orangutan di Batangtoru

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peneliti Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera, Onrizal menyampaikan, perlu kolaborasi berbagai pihak dalam penyelesaian permasalahan habitat orangutan di Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara

Laporan wartawan Trubunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Onrizal menyampaikan, perlu kolaborasi berbagai pihak dalam penyelesaian permasalahan habitat orangutan di Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Hal itu disampaikan Onrizal di dalam diskusi bertajuk Masa Depan Orangutan Tapanuli dan Ekosistem Batangtoru, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (9/3/2023).

Onrizal menyebutkan, pihak-pihak yang berkaitan dengan permasalahan Batangtoru yakni pemerintah, masyarakat, dan dunia bisnis.

"Pemerintah pusat sampai daerah. DPR bagian dari Pemerintah juga. Negara ya. Kemudian, masyarakat di sana. Kemudian dunia bisnis. Sawit dan tambang. Berbagai entitas bisnis yang ada di Batangtoru," sebut Onrizal, di Jakarta, Kamis ini.

Ia mengatakan, permasalahan Batangtoru kompleks, sehingga perlu adanya kolaborasi dari pihak-pihak terkait dalam penyelesaiannya.

"Kita coba bagaimana membangun kolaborasi. Karena begitu kompleksnya permasalahan itu. Enggak mungkin kita menyelesaikannya sendiri-sendiri ya," jelasnya.

Baca juga: Kelahiran Orangutan Kalimantan di Awal Tahun 2023, Pertanda Habitat Alaminya Baik

Menurutnya, masing-masing pihak dapat memberikan kontribusi berupa solusi dalam penyelesaian permasalan ini.

Misalnya, kata Onrizal, Pemerintah berkontribusi melalui peraturan.

"Apakah peraturan itu bisa menjawab (persoalan Batangtoru) atau tidak. Atau hanya respons atas kepentingan tertentu. Ini perlu diuji," katanya.

Lebih lanjut, masih dalam kaitannya terkait kolaborasi itu, Oni mengatakan, riset berlandaskan ilmu pengetahuan seharusnya dapat menjadi basis Pemerintah dalam membuat peraturan atau kebijakan.

"Pertanyaannya adalah, apakah sains itu telah benar menjadi basis kebijakan? Itu persoalannya di kita," ucapnya.

"Mestinya negeri ini basisnya riset itu. Meskipun dana riset kita masih kecil, tapi dari yang sedikit itu pun sangat bisa kita jadikan bahan untuk membuat kebijakan, termasuk implementasi dari kebijakan itu sendiri," katanya.

Selanjutnya, Onrizal menjelaskan terkait kontribusi dunia bisnis untuk penyelesaian permasalahan Batangtoru.

Ia menyinggung, masalah dari dunia bisnis yakni terkait perluasan penggunaan lahan, sehingga semakin mempersempit habitat orangutan di Batangtoru.

"Ini persoalannya adalah karena rendahnya produktivitas. Misalnya dalam (bisnis) pertanian. Sehingga membutuhkan lahan yang luas," katanya.

Onrizal kemudian menuturkan, perlu adanya intervensi teknologi dalam mendorong peningkatan produktivitas itu.

"Sehingga kita tidak perlu lahan yang luas. Sehingga tekanan terhadap habitatnya itu menjadi kecil," ungkapnya.

Baca juga: KLHK Berjanji Akan Mengecek Deforestasi di Batangtoru Tapanuli Selatan

Ia menyinggung, hal itu bisa direalisasikan juga melalui kebijakan dari Pemerintah.

"Dunia bisnis itu akan tergantung dengan baik atau tidaknya ekosistem alamnya. Karena itu akan saling berhubungan," jelasnya.

Sebelumnya, Direktur Green Justice Indonesia Dana Tarigan angkat bicara terkait upaya yang perlu dilakukan Pemerintah untuk menangani berbagai ancaman terhadap ekosistem hutan Batangtoru, di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Dana mengatakan, Pemerintah setempat perlu mengkaji ulang pemberian izin operasi perusahaan yang ada di Batangtoru saat ini.

"Pertama itu harus di-review izin yang ada saat ini. Di zona-zona inti gitu ya dan memang sudah akan banyak eksploitasi kedepannya, itu memang harus segera di-review. Jangan diteruskan," kata Dana, saat ditemui, Sabtu (3/12/2022).

Ilustrasi orangutan (ist)

Bahkan, Dana meminta Pemerintah setempat untuk tidak menerima dulu investasi yang akan masuk kedepannya.

"Lalu, coba menahan dulu semua investasi yang akan masuk kedepan. Siapa tau ada yang masuk, itu harus ditahan dulu. Jangan masuk karena ini sudah sangat mengkhawatirkan," tegasnya.

Ia kemudian menuturkan, karena kondisi lanskap Batangtoru yang kian mengkhawatirkan, Pemerintah perlu melakukan penindakan hukum terhadap pelaku perusakan.

"Baik itu ilegal atau legal," ujarnya.

Selanjutnya, Dana meminta agar Pemerintah dapat mendengarkan masyarakat lokal yang memiliki kearifan lokal, pengetahuan empiris, yang sudah turun temurun terbukti bisa melindungi hutan.

"Jadi apa yang selama ini mereka lakukan, kearifan lokal seperti apa, itu harus diadopsi untuk mendorong kebijakan yang lahir nantinya," tutur Dana.

Selanjutnya, Dana meminta Pemerintah untuk meningkatkan status perlindungan hutan Batangtoru agar tidak sembarang orang bisa masuk untuk memanfaatkan sumber daya alamnya.

"Nah ini sekarang coba dirumuskan apa wilayah perlindungan yang cocok untuk dilindungi agar tidak sembarangan lagi izin masuk," katanya.

Meski begitu, Dana menjelaskan, wilayah perlindungan itu tidak lantas membatasi atau melarang masyarakat untuk mengakses hutan Batangtoru itu sendiri.

"Karena mereka hidup dari situ. Jadi jangan sampai ada misalnya taman nasional, masyarakat tidak boleh masuk," tegas Dana.


Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini