Laporan Wartawan Tribunnews.com, Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - “Profesi tanpa kompetensi seperti pepesan kosong, kalau berbunyi seperti bumbung kosong, nyaring tapi tidak memberi makna.”
Kalimat tersebut menggaung dalam pembukaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) wilayah Yogyakarta, Solo, Semarang (Joglosemar), bertempat di Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BBPPMPV) Seni dan Budaya, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis (16/3/2023).
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S Sembiring mengatakan makna dari kalimat tersebut adalah pentingnya sebuah UKW untuk meningkatkan kualitas serta profesionalitas jurnalis.
Ditegaskannya bahwa tolok ukur profesi adalah kompetensi, dan hal itu menjadi syarat menjadi wartawan yang baik dan benar.
Atal S sembiring pun menyoroti soal realitas pergerakan pers saat ini, yang telah tergerus dengan derasnya arus online.
Di mana kecepatan seolah mengaburkan kaidah-kaidah jurnalistik yang ada.
Termasuk memberikan contoh sebuah berita dengan narasumber yang tidak bertanggung jawab, semata-mata hanya mementingkan kecepatan.
“Saya bilang sudah hancur jurnalistik,” tegasnya.
Untuk itulah, Atal menekankan bahwa UKW menjadi acuan untuk mengevaluasi kinerja wartawan, untuk menguji wartawan-wartawan yang profesional.
Baca juga: Duet PWI dan PT Semen Gresik Lahirkan Wartawan Kokoh Tak Tertandingi Lewat UKW
“Saya mengutip Rosihan Anwar, kapanpun zamannya mau hari ini atau kapan wartawan dituntut harus kompeten yakni berwawasan keilmuwan, profesional dan beretika, jika tidak maka matilah jurnalisme ini,” ujarnya.
Senada dengan Atal S Sembiring, Ketua PWI Jawa Tengah, Amir Machmud NS menerangkan, jurnalis yang cerdas dapat dicetak melalui proses UKW.
Kami ingin membangun kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi wartawan-wartawan unggulan, teruji, dan mumpuni.
Wartawan yang betul-betul menggabungkan secara kaffah, secara komprehensif, kemampuan yang di persyaratan untuk menjadi lebih baik.