Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur Indonesia (KPPII) menyebutkan bahwa terdapat sejumlah keluhan dari masyarakat terdampak pembangunan proyek Mandalika.
Peneliti KPPII Sayyidatihayaa Afra mengatakan bahwa para warga setempat mengeluhkan proses pembebasan tanah yang dilakukan secara paksa, tidak adil, dan tidak manusiawi.
Masyarakat pun menuntut ganti rugi yang adil untuk tanah dan pemulihan mata pencariannya.
“Sebanyak 91 persen responden merasa bahwa kekhawatiran mereka terhadap dampak negatif proyek Mandalika tidak ditanggapi secara serius oleh ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) dan AIIB (Asian infrastructure Investment Bank),” kata Haya, sapaan akrabnya dalam media briefing dan peluncuran riset di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/4/2023).
Baca juga: KPPII Ungkap Mayoritas Masyarakat Terdampak Tak Setuju Pembangunan Proyek Mandalika
Namun, keluhan masyarakat itu disebut tidak ditindaklanjuti oleh AIIB selaku sumber pendanaan dan ITDC yang merupakan pengelola proyek pembangunan Mandalika.
Haya mengungkapkan sebanyak 97 persen responden mengaku tidak mengetahui dan memercayai mekanisme pengaduan kepada ITDC dan AIIB.
Angka itu di dapat melalui jajak pendapat yang dilakukan KPPII terhadap 106 warga terdampak, terdiri dari 69 laki-laki dan 37 perempuan.
Adapun metode penelitian yang dilakukan ialah wawancara secara langsung dan diskusi kelompok terfokus dengan menggunakan Bahasa Sasak dan Bahasa Indonesia pada Desember 2022 hingga Januari 2023.
Haya mengatakan ketika masyarakat diberikan informasi mengenai mekanisme pengajuan keluhan kepada AIIB, tidak ada satu pun responden yang mempercayai proses tersebut untuk mengatasi keluhan mereka.
“Tidak adanya pelibatan yang bermakna terhadap masyarakat telah menyebabkan ketidakpercayaan yang parah terhadap ITDC dan AIIB,” ucapnya.
Sebelumnya, Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur Indonesia mengungkapkan bahwa mayoritas masyarakat terdampak di Mandalika tak setuju atas pembangunan proyek di wilayah tersebut.
“81 Persen respoden menyatakan tidak akan memberikan persetujuan mereka untuk proyek Mandalika,” kata Peneliti KPPII Sayyidatihayaa Afra dalam media briefing dan peluncuran riset di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/4/2023).
Masyarakat menilai pembangunan minim konsultasi bermakna dari masyarakat, terlebih masyarakat setempat menjadi pihak yang paling terdampak terhadap proyek ini karena adanya penggusuran paksa akibat pembebasan lahan.
Untuk itu, komunitas-komunitas masyarakat adat mengirimkan surat kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkieflimansyah secara terus-menerus untuk menuntut konsultasi bermakna perihal sengketa tanah.
Gubernur Zul akhirnya menggelar konsultasi dengan masyrakat adat pada Desember 2022. Namun, 40 persen dari entitas yang hadir dalam pertemuan tersebut ialah perwakilan dari polisi atau militer.
“Permasalahan pembebasan lahan itu adalah urusan sipil, kompensasi adalah urusan sipil, kenapa 40 persen yang hadir ini adalah perwakilan dari polisi dan militer?” kata Haya.
Dia melanjutkan jumlah perwakilan komunitas masyarakat adat yang merepresentasikan kepentingan masyarakat terdampak pembangunan Mandalika pada pertemuan itu hanya sebanyak 5 persen.
--