TRIBUNNEWS.COM - Kasus pencabulan di lingkungan pesantren terjadi di Pondok Alminhaj, Bandar, Batang, Jawa Tengah.
Sebanyak 22 santriwati menjadi korban pencabulan dengan modus dinikahi secara siri oleh pengasuh pondok.
Pelaku yang bernama Wildan Mashuri Amin merupakan warga Desa Wonosegoro, Kecamatan Bandar.
Ia telah memiliki seorang istri yang ikut membantu mengembangkan pondok.
Pria berusia 57 tahun tersebut juga telah memiliki seorang anak perempuan.
Sebagai informasi, Alminhaj merupakan SMP dan SMK berbasis pondok pesantren salafiyah yang didirikan pada 2013.
Baca juga: Korban Pencabulan Wildan Pengasuh Ponpes di Batang Bertambah Jadi 22 Orang
Kades setempat, Solichin, mengaku tidak begitu mengenal pelaku dan hanya bertemu ketika salat Jumat.
Ia mengatakan, warga setempat tidak ada yang memondokkan anaknya ke pesantren Wildan karena tidak cocok dengan peraturan yang diberlakukan.
"Santrinya dari luar (dari luar Wonosegoro) semua, warga sini gak ada yang mondok di sini."
"Rata-rata dari luar dari daerah Batang, Pekalongan, kebanyakan dari Pekalongan, Kajen," ungkapnya, Rabu (5/4/2023), dikutip dari TribunBanyumas.com.
Baca juga: Tangani Kasus Cabul di Pesantren Al-Minhaj Batang, Kemenag Jamin Keberlanjutan Pendidikan Santri
Modus Nikah Siri
Seorang santriwati yang menjadi korban pencabulan, berinisial S (16), menjelaskan modus yang digunakan pelaku.
Menurutnya, pelaku menikahi para santriwati secara siri agar dapat mencabuli para korban.
Pelaku mengincar para santriwati yang berparas cantik untuk dijadikan istri siri.
Para korban dipanggil ke dalam sebuah ruangan dan dinikahi secara siri untuk mencegah nasib sial.
Pernikahan siri tersebut tidak didampingi saksi sehingga hanya ada pelaku dan korban di dalam ruangan.
"Hanya bersalaman, lalu mengucap ijab kabul," jelasnya.
Ia mengaku telah tiga kali dicabuli oleh pelaku.
Aksi itu dilakukan pelaku di dalam lingkungan pondok pesantren.
Total Korban Menjadi 22 Santriwati
Polres Batang telah menahan dan menetapkan Wildan Mashuri Amin sebagai tersangka kasus pencabulan.
Ketika kasus ini pertama kali terungkap, jumlah santriwati yang melapor menjadi korban sebanyak 15 orang.
Baca juga: Fakta Pengasuh Ponpes di Batang Cabuli Santriwati, Ada Korban yang Sudah Alumni
Namun, setelah dilakukan proses penyelidikan jumlah korban terus bertambah.
Pada Selasa (11/4/2023) ada dua santriwati yang mengaku sebagai korban, kemudian pada Rabu (12/4/2023) bertambah lagi 2 santriwati.
Kini total ada 22 santriwati yang menjadi korban pencabulan, setelah pada Kamis (13/4/2023) ada tiga santriwati lagi yang melapor.
Para korban telah menjalani visum yang hasilnya akan dijadikan bukti penyelidikan.
Berdasarkan keterangan Polres Batang yang diterima Tribunnews.com, ada 17 santriwati yang hasil visumnya menunjukkan pernah disetubuhi pelaku.
Kemudian empat santriwati yang dicabuli dan satu santriwati belum menjalani visum.
Sejumlah dinas terkait turut membantu melakukan trauma healing kepada para korban yang mayoritas masih di bawah umur.
Baca juga: Pengasuh Ponpes di Batang Cabuli Belasan Santriwati, Kapolda Jawa Tengah: Terjadi Sejak Tahun 2019
Ganjar Pranowo Soroti Kasus Pencabulan di Ponpes
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, ikut hadir dalam konferensi pers kasus pencabulan santriwati yang digelar di Mapolres Batang, Selasa (11/4/2023).
Ganjar terlihat emosi ketika bertemu dengan pelaku dan memberikan sejumlah pertanyaan.
"Kenapa kamu tega melakukan itu. Apalagi korbanmu itu masih anak-anak. Kamu tidak sadar bahwa itu salah."
"Jujur saja sekarang, berapa santri yang jadi korbanmu," ungkapnya.
Pelaku yang mengenakan baju tahanan mengaku telah mencabuli 15 santriwati yang kini masih berada di ponpes dan 2 santriwati yang sudah lulus.
"Berarti 17 korban, ada lagi tidak. Jujur saja," tegas Ganjar.
Menurut Ganjar, kasus pencabulan ini sangat serius karena terjadi di lingkungan pendidikan.
Baca juga: Pengasuh Ponpes di Batang Cabuli 14 Santriwati, Korban Dinikahi Secara Siri Tanpa Dihadiri Saksi
Ia akan membuka posko pengaduan agar santriwati lain yang menjadi korban dapat melapor.
Politisi partai PDIP itu juga akan menerjunkan psikolog untuk memulihkan trauma para korban.
"Tentu kami marah, apalagi korbannya masih anak-anak. Bagi kami ini serius karena anak kita itu harus dilindungi, bukan untuk dikerasi dalam bentuk apapun."
"Kami akan langsung terjunkan tim, membuka posko dan trauma healing pada korban," terangnya.
Selain itu, Ganjar akan meminta Kemenag Jawa Tengah melakukan evaluasi terhadap ponpes yang terletak di Wonosegoro, Bandar, Batang.
"Akan kita evaluasi, apakah semuanya layak. Kalau tidak, ya kita tutup," bebernya
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunBanyumas.com/Dina Indriani)