TRIBUNNEWS.COM - Polres Lumajang membongkar praktik pungutan liar (pungli) yang terjadi di Desa Mojosari, Kecamatan Sumbersuko, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Kepala Desa Mojosari, Gatot Susiyanto dan Kasie Pemdes Mojosari, Imam Fatoni ditetapkan sebagai tersangka kasus pungli dengan kedok pengurusan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Kapolres Lumajang, AKBP Boy Jeckson Situmorang mengatakan kedua tersangka meminta para warga menyetorkan uang sebesar Rp 2,25 juta sebagai biaya pengurusan akta tanah.
Mereka mengiming-imingi kemudahan dalam pengurusan PTSL yang sejatinya tidak dibebankan biaya.
"Motif mereka (tersangka) melakukan perbuatan tersebut murni karena ingin memperkaya diri sendiri," ungkapnya, Senin (29/5/2023), dikutip dari TribunJatim.com.
Baca juga: Terima Uang Pungli di JPO Palmerah, Oknum Juru Sita PN Jakbar Dipecat Tidak Hormat
Kasus pungli ini dilaporkan seorang warga pada April 2023.
Sejumlah warga Desa Mojosari juga sempat menggelar unjuk rasa di depan Polres Lumajang dan menuntut kasus pungli ditindaklanjuti.
Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, total ada 88 warga yang diminta untuk membayar biaya pengurusan PTSL.
"Hingga saat ini sudah ada 88 pemohon yang mau mendaftarkan proses penerbitan akta tanah dengan dana yang terkumpul sebanyak Rp 195.800.000," terangnya.
Kedua tersangka yang sudah ditangkap dihadirkan dalam konferensi pers di Polres Lumajang, Senin (29/5/2023).
Proses penyelidikan kasus ini masih berjalan dan polisi masih membuka kemungkinan adanya tersangka lain.
Baca juga: Kejaksaan Agung Didukung Mutasi Oknum Jaksa Terlibat Kasus Pungli di Madiun
"Kita tunggu saja hasil pengembangan penyelidikan dilakukan oleh penyidik," jelasnya.
AKBP Boy Jeckson Situmorang belum dapat menjelaskan peran masing-masing tersangka karena masih dalam proses penyelidikan.
"Kita masih dalami peran yang bersangkutan, dan alat bukti yang cukup," imbuhnya.
Perbuatan pungli kedua tersangka berpotensi merugikan negara dari sektor pajak.
"Tidak proseduralnya pembuatan akta ini maka ada loss pendapatan pajak BPHTB dan PPH."
"Kalau kita ambil terendah Rp 10 juta ini ada potensi loss mencapai Rp 1,1 Miliar. Tentu ini perlu verifikasi lagi di lapangan," bebernya.
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJatim.com/Erwin Wicaksono)