TRIBUNNEWS.COM - Duka masih dirasakan Albert setelah putra keduanya, A (7), meninggal dunia karena mengalami mati batang otak.
A dinyatakan meninggal dunia setelah menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit (RS) Kartika Husada Jatiasih, Kota Bekasi, Senin (2/10/2023).
Sebelum didiagnosa mengalami mati batang otak, A sempat menjalani operasi amandel di rumah sakit yang sama.
Mengutip TribunJakarta.com, A bersama kakaknya, V (9), menjalani operasi amandel di RS Kartika Husada, Selasa (19/9/2023) lalu.
"Dokter THT bilang anak saya amandel sudah terlalu besar, jalan satu-satunya dengan operasi," ucap Albert.
Baca juga: Sempat Koma, Anak Usia 7 Tahun Diduga Korban Malpraktik RS di Bekasi Meninggal Dunia
Baca juga: RS Disebut Tak Beri Penjelasan Pasti Soal Sebab Anak A Alami Mati Batang Otak Usai Operasi Amandel
A menjalani operasi amandel lebih dulu, tepatnya pada pukul 12.00 WIB.
Sedangkan sang kakak menyusul di hari yang sama.
Saat itu, Albert sudah merasakan kejanggalan.
"Dijadwalkan tindakan operasi pukul 12.00, akan tetapi ditunggu pukul 12.00 belum datang, jadi istri saya berpikir bisa dia mandi sebentar, pada saat dia masih mandi tiba-tiba perawat datang untuk membawa anak saya ke ruang operasi tanpa istri saya ketahui," ucap Albert.
"Istri saya mendapatkan lokasi ruang operasi, akan tetapi anak saya sudah berada di dalam ruang operasi dan istri saya sudah tidak diizinkan masuk atau menemui anak saya."
Kala itu, istri Albert langsung disodori sebuah formulir untuk ditandatangani sebelum A menjalani operasi.
A menjalani operasi selama satu jam.
Dokter THT pun menyebut, bahwa operasi berjalan lancar.
Baca juga: Anak 7 Tahun Mengalami Mati Batang Otak Usai Operasi Amandel, Sejumlah Dokter Dilaporkan ke Polisi
Setelah itu, dokter anestesi mengambil alih untuk mengembalikan kesadaran A.
"Tetapi di saat itu anak saya terlihat kesusahan dalam mengambil napas karena terlihat anak saya berusaha mengambil napas lewat mulutnya sekitar tiga kali seperti orang mendengkur keras," jelas Albert.
"Setelah itu anak saya mengalami henti napas dan henti jantung," sambung Albert.
"Dokter anestesi dan perawat langsung melakukan resusitasi jantung dan memasang ventilator."
Tak berselang lama, A turut mengalami kejang-kejang hebat.
Baca juga: Anak 7 Tahun yang Mati Batang Otak Setelah Operasi Amandel Dikabarkan Meninggal Dunia
Namun hingga Kamis (28/9/2023), kondisi kesehatan A kian menurun hingga kehilangan kesadaran.
"Di hari Jumat malam pihak dokter mendiagnosis anak saya sudah mati batang otak berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) anak saya."
Kondisi A berbanding terbalik dengan kakaknya yang hingga kini sehat.
Albert menyebut, pihaknya sudah melakukan berbagai cara untuk mengetahui penyebab A mengalami mati batang otak secara mendadak.
Namun, pihak rumah sakit tidak pernah memberikan kejelasan.
Albert akhirnya melaporkan sejumlah dokter ke Polda Metro Jaya atas dugaan malpraktik.
"Kami ada melaporkan sekitar depan orang terlapor. Itu sudah meliputi dokter yang terkait yang melakukan tindakan Mulai dari dokter anestesi dokter THT, spesialis anak sampai dengan direktur RS tersebut," ujar kuasa hukum orangtua korban, Cahaya Christmanto, dikutip dari TribunJakarta.com, Senin (2/10/2023).
Sebelum melapor ke Polda Metro Jaya, keluarga korban telah melayangkan somasi kepada pihak RS Kartika Husada.
Namun sejak somasi dilayangkan pada 27 September 2023, pihak rumah sakit tidak memberikan respons.
"Di situ ada perdebatan panas dan keributan sehingga mereka mau memberikan resume hasil medis, tapi tidak memberikan rekam medis," ungkapnya.
"Itu dia hal yang berbeda. Kami tidak tahu apa alasan tidak diberikan rekam medis ini, kenapa tidak ditunjukkan."
Baca juga: Jangan Salah, Ternyata Amandel Bisa Menyebabkan Mudah Ngorok
Bantahan Pihak Rumah Sakit
Sementara itu, pihak RS Kartika Husada memastikan operasi amandel terhadap A dilakukan sesuai prosedur.
Pernyataan tersebut, sekaligus membantah tudingan malpraktik yang dilayangkan keluarga A.
"Tindakan operasi sudah sesuai prosedur pelayanan dan operasi berjalan lancar. Tapi di ruang pemulihan terjadi keadaan yang tidak diinginkan," ungkap perwakilan manajemen RS Kartika Husada, Rahma Indah Permatasari.
Menurut Rahma, henti napas merupakan satu di antara risiko pembiusan selama tindakan operasi.
Saat kondisi kesehatan A terus menurun, kata Rahma, pihak rumah sakit telah berupaya memberikan perawatan maksimal.
"Kondisi pasien tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Pada perawatan hari keempat, tim dokter mendiagnosis pasien diduga mengalami mati batang otak secara klinis dengan melakukan beberapa pemeriksaan," jelasnya.
"Upaya terbaik terus dilakukan demi memberikan pelayanan bagi pasien."
Upaya yang dilakukan pihak rumah sakit kala itu adalah dengan mencarikan rujukan rumah sakit lain hingga berusaha mendatangkan dokter yang kompeten untuk merawat A.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami, TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar/Annas Furqon Hakim)