TRIBUNNEWS.COM - Pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Trenggalek, Jawa Timur berinisial M (72) dan putranya, F (37) ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan terhadap santriwati.
Keduanya telah diamankan Polres Trenggalek untuk proses penyelidikan.
Sebanyak 5 saksi dan 10 korban telah dimintai keterangan dalam kasus ini.
Kemenag Kabupaten Trenggalek menyesalkan terjadinya kasus pencabulan santriwati.
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Trenggalek, Mohammad Nur Ibadi menyebutkan pondok pesantren tersebut sebenarnya sudah memiliki izin operasional atau ijop yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag.
"Pondok pesantren tersebut memiliki lima Ijop, yaitu Ijop pondok pesantren, SMK, Madrasah Aliyah, SMP, dan Madrasah Diniyah," kata Ibadi, Senin (18/3/2024).
Ketika sudah memiliki Ijop, menurut Ibadi pesantren tersebut telah memiliki 5 rukun atau arkanul ma'had sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2019.
"Lima rukunnya yaitu memiliki kiai yang sanad ilmunya jelas, kiai tersebut juga harus mukim di ponpes tersebut. Rukun kedua adalah memiliki santri minimal 15 orang, punya masjid, asrama, dan pengajian kitab kuning," kata Ibadi.
Pengurusan Ijop tersebut dilakukan secara online melalui sistem informasi pesantren yang di verifikasi serta validasi oleh Kemenag Kabupaten Trenggalek dengan mendatangi langsung pondok pesantrennya.
"Karena sudah sesuai dengan arkanul ma'had-nya jadi Ijop nya pun diterbitkan," tegas Ibadi.
Setelah Ijop terbit, Kemenag Trenggalek juga melakukan pengawasan setiap saat. Salah satunya dengan EMIS (Education Management Information System) atau Platform Sistem Pendataan Pendidikan di Kementerian Agama.
Baca juga: 3 Kejanggalan Kasus Kematian Santri di Ponpes Jambi, Dokter Klinik Diduga Buat Keterangan Palsu
"Dengan lahirnya uu pesantren, santri kan dapat afirmasi berupa BOS, nah salah satu syaratnya adalah santri harus terekam di EMIS dan harus di-update terus," jelas Ibadi.
Jika tidak di-update maka Kemenag akan melakukan verifikasi dan validasi pembelajaran pondok pesantren masih berjalan atau tidak.
"Misalnya memang tidak ada santrinya berarti tidak jalan, dan bisa dicabut oleh Ditjen Pendis," tegas Ibadi.
Khusus untuk kasus di Kecamatan Karangan Kemenag tidak bisa serta merta mencabut Ijopnya karena menunggu rapat lintas sektoral dengan Polres Trenggalek, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Dinas Pendidikan.
"Misalnya rekomendasi nya paling ekstrem pencabutan Ijop, maka nanti akan kami buatkan berita acara kami bersurat ke Dirjen Pendis," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Izin Ponpes Trenggalek Lokasi Pencabulan Tak Pantas oleh Kiai dan Putranya Terancam Dicabut