TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemelut terjadi dalam keluarga Kusumayati, warga Nagasari, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang.
Wanita lanjut usia ini terancam meringkuk dibalik jeruji besi akibat laporan anaknya, yang nekat menggugat harta warisan dan perusahaan keluarga sepeninggal ayahnya.
Kuasah hukum Kusumayati, Ika Rahmawati menjelaskan, kasus kemelut antar ibu dan anak itu terjadi sejak sang suami Sugianto meninggal pada tahun 2013, hubungan Kusumayati dan Stephanie kian merenggang.
"Kasus ini bermula pada saat suami dari klien kami bu Kusumayati meninggal, pada Februari 2013, kebetulan pada saat berkeluarga Kusumayati dan suaminya pak Sugianto membangun usaha, karena aturan dan perundang-undangan yang berlaku jika pemilik saham ini meninggal harus ada perubahan pemegang saham, namun karena pelapor Stephanie hubungannya merenggang sulit untuk berkomunikasi, jadi klien kami membuat akta pemegang saham perusahaan tanpa nama pelapor," kata Ika usai sidang pembelaan di Pengadilan Negeri Karawang, Senin (24/6/2024)
Menurutnya, sepeninggal sang ayah, Stephanie cenderung tidak akur dengan Kusumayati sang ibu.
Dia bahkan tinggal bersama sang suami di Surabaya, Jawa Timur.
Karena itu Kusumayati mengaku merasa kesulitan berkomunikasi saat membuat akta pemegang saham perusahaan, dan surat keterangan waris (SKW).
"Karena untuk membuat notaris akta pemegang saham ini kan harus segera agar roda perusahaan tetap berjalan, jadi dengan terpaksa klien kami ibu Kusumayati tidak memasukan namanya (Stephanie), begitu pula dengan SKW, klien kami menyuruh anak buahnya untuk mendatangi pelapor ke Surabaya. Namun rupanya tanpa sepengetahuan Kusumayati tanda tangan untuk SKW itu kemungkinan dipalsukan sehingga Stephanie melaporkan ibu kandungnya atas tindakan tersebut," kata dia.
Ika menjelaskan, semua dilakukan Kusumayati tanpa menghilangkan hak Stephanie sebagai anak dan salah satu hak waris dari suaminya almarhum sugiono.
"Iya untuk mengurus surat keterangan waris dan akta pemegang saham ini kan perlu juga Stephanie, tapi karena saat itu hubungan klien kami dan pelapor memburuk sejak lama, sehingga sulit berkomunikasi. Padahal klien kami melakukan hal itu tanpa sedikitpun mengurangi hak pelapor sebagai salah satu hak waris dan sebagai anak," imbuhnya.
Oleh sebab itu, Kusumayati dilaporkan sang anak, atas tuduhan tindak pidana pemalsuan surat dengan ancaman maksimal tujuh tahun penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP.
Ika menjelaskan, sejak awal terjadi nya pelaporan, ia dan tim kuasa hukum berusaha memdiasi tindakan hukum tersebut, sebab menyangkut hubungan keluarga ibu dan anak kandung.
"Sebenarnya kami sudah mediasi baik dengan kuasa hukum pelapor maupun dengan ibu Stephanie, ini sudah terjadi sejak awal pelaporan di Polda Jawa Barat, namun pelapor berkali-kali menolak, dengan alasan klien kami harus menyediakan sejumlah harta yang ia minta," ucap Ika.
Sementara itu, Kusumayati menjelaskan, awalnya ia tak menyangka jika sang anak tega melaporkan dan menjeratnya dengan kasus hukum.