News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

2 Guru MTI di Agam Cabuli 40 Santri, Ditangkap setelah Teman Korban Minta Tolong ke Kakak

Penulis: tribunsolo
Editor: Nanda Lusiana Saputri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi pelecehan seksual -- Dua guru di Kabupaten Agam ditangkap karena mencabuli 40 santri, aksi bejat itu terjadi sejak 2022.

TRIBUNNEWS.COM - Dua guru Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat ditangkap polisi atas tindak pencabulan di lingkungan pesantren, Minggu (21/7/2024).

Dilansir TribunPadang.com, pelaku berinisial RA (29) dan AA (23) ditangkap karena mencabuli 40 murid laki-laki.

Kapolresta Bukittinggi, Kombes Pol Yessy Kurniati mengatakan, kedua pelaku melancarkan aksi bejatnya sejak 2022.

RA telah mencabuli 30 santri, sedangkan AA santri.

"Kedua pelaku mengaku sudah melakukan tindak pencabulan ini sejak tahun 2022 silam," ujar Yessi, dikutip dari TribunPadang.com.

Kasus ini, kata Yessi, terungkap setelah keluarga korban curiga karena anaknya murung dan tak mau berangkat sekolah.

"Jadi si anak bercerita kepada orang tuanya alasan tidak mau sekolah, yaitu karena dicabuli oleh tersangka," tandas Yessi.

"Berawal dari laporan tersebut kita melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti-bukti," lanjutnya.

Ia menambahkan, semua korban rata-rata masih berada di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Sementara, modus dari pelaku melancarkan aksinya adalah minta untuk dipijat.

"(Modusnya) pelaku awalnya minta bantuan untuk dipijat kepada santrinya," tutur Yessi.

Baca juga: 2 Guru MTI di Sumatera Barat Cabuli 40 Muridnya, Korbannya Laki-laki Semua dan Beraksi sejak 2022

Korban juga diancam tidak naik kelas jika tidak menuruti nafsu menyimpang pelaku.

"Jika tidak menuruti keinginan pelaku, maka para korban diancam untuk tidak naik kelas," ujarnya, dikutip dari serambinews.com.

Sementara, penangkapan pelaku bermula saat seorang santri yang merupakan teman korban menelepon saudara kandungnya.

Dalam komunikasi itu, santri tersebut meminta sang kakak untuk menyelamatkan temannya yang telah menjadi korban pelecehan.

“Salah seorang santri menelepon kakaknya, ia mengatakan bahwa temannya sudah menjadi korban pelecehan oleh pelaku."

"Karena takut, adiknya ini meminta pertolongan kakaknya untuk membawa temannya yang lain untuk menyelamatkannya dari pesantren,” jelasnya.

Selanjutnya, kakak dari santri tersebut mencoba mengkonfirmasi kepada korban terkait kebenaran aksi pencabulan tersebut.

“Korban pun mengaku bahwasanya memang benar terjadi tindakan pencabulan oleh RA."

"Itupun tidak sekali, korban mengaku sudah sebanyak tiga kali dilecehkan pelaku di ruangan yang masih berada dalam ruang lingkup pesantren."

“Kemudian kakaknya melapor pada hari Minggu (21/7/2024) lalu ke pihak Polresta. Kemudian kita langsung mengamankan pelaku,” sambungnya.

Sementara itu, berdasarkan keterangan pelaku, kejadian pencabulan terhadap korban terjadi pada 11 Juni 2024 sekira pukul 01.00 WIB.

Setelah dilakukan penyelidikan, terungkap RA telah mencabuli 30 murid laki-laki.

Dari hasil penyelidikan juga ditemukan guru lain, AA yang juga melakukan pelecehan terhadap, dengan korban 10 santri.

Terhadap kedua pelaku dikenakan Pasal 82 Ayat (2) jo 76 E UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun kurungan penjara.

Baca juga: Sosok Brigpol AK Diduga Cabuli Anak Korban Rudapaksa, Beraksi di Mapolsek dan Terancam Dipecat

“Karena mereka merupakan guru, maka nantinya akan ditambah 1/3 dari hukuman yang mereka terima,” pungkasnya.

Diduga Tergabung dalam Sindikat Penyimpangan Seksual

Humas MTI Canduang, Khairul Anwar menuturkan, dua guru tersebut diduga masuk dalam jaringan pelaku penyimpangan seksual.

"Berdasarkan dugaan sementara kami, pelaku-pelaku ini kemungkinan termasuk dalam sindikat penyuka sesama jenis," kata Khairul Anwar, dikutip dari TribunPadang.com.

"Jadi oknum-oknum ini menutupi dirinya dengan masuk ke sekolah-sekolah atau yayasan sebagai tenaga pendidik," imbuhnya.

Kendati demikian, Khairul menambahkan, kedua pelaku tidak mengaku ke polisi soal jaringan penyimpangan seksual tersebut.

"Walaupun dari hasil penyelidikan polisi mereka tidak mengaku, namun dari pantauan kami dan kita amati, mereka termasuk ke sindikat yang menyusup ke lembaga-lembaga pesantren," jelasnya.

"Setelah kita amati, mereka dekat dengan jaringan-jaringan dengan kasus yang sama," sambungnya.

Pihak MTI Canduang juga sudah berkoordinasi dengan kepolisian untuk mengungkap fakta ini.

"Jadi kita menuggu dulu keterangan resmi dari pihak Kepolisian terkait sindikat ini, jika memang benar, maka akan kita usut tuntas hingga ke akarnya," pungkas Khairul.

"Kami memberikan dan menyebarkan informasi ini sebagai bentuk keseriusan kami untuk membantu para korban. Agar tidak menyebar ke yang lain, dan munculnya kasus-kasus baru. Maka hal ini harus kita buka dan kita bongkar."

"Ini bentuk keseriusan kami menyatakan perang terhadap tindakan menyimpang seperti ini, maka dari itu harus kita langkas hingga ke akarnya," tandasnya.

(mg/Nur Rohmah Febriani)

Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini