TRIBUNNEWS.COM - Mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip), Dr Aulia Risma Lestari (30), diduga bunuh diri di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Korban mengakhiri hidup diduga karena tak kuat dirundung selama menjalani masa PPDS Anestesi Undip Semarang.
Guna mengusut dugaan perundungan dalam kasus kematian Aulia Risma Lestari, pihak kepolisian membentuk tim.
Dinukil dari TribunJateng.com, tim yang dibentuk Polrestabes Semarang mulai bekerja pekan ini dan sejumlah saksi akan dipanggil.
"Iya kami telah bentuk tim, pekan ini mulai bekerja. Nanti kami panggil pacar, keluarga, sahabat, hingga sirkel dokter," ujar Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Irwan Anwar, Senin (19/8/2024).
Tim ini penting dibentuk, ucap Irwan, untuk mengungkap dugaan perundungan yang menyebabkan kematian korban.
"Tim bertugas menggali informasi dugaan perundungan tersebut," tutur Irwan.
Selain itu, Irwan menyebut pihaknya juga mendalami soal obat roculax yang ditemukan di lokasi kejadian.
Obat roculax adalah obat bius yang berfungsi untuk relaksasi bagi pasien yang akan melakukan pembedahan.
"Kematian korban premisnya ada dua, kelalaian atau bunuh diri. Nah, kami masih komunikasi sama ahli terkait obat ini (roculax) digunakan korban dalam rangka sakitnya atau penyebab lain," terangnya.
Diberitakan sebelumnya, pihak kepolisian menemukan obat roculax di kamar kos Aulia Risma Lestari.
Hal ini disampaikan Kasatreskrim Polrestabes Semarang, Andika Dharma Sena.
Baca juga: Kemenkes Datangi Rumah Keluarga Dokter Aulia Risma Lestari, Kuasa Hukum: Mereka Kumpulkan Data
"Tubuh korban tak ada tanda-tanda kekerasan hanya ada luka suntik."
"Di sampingnya, ditemukan satu ampul (botol obat) sudah habis dan satu ampul masih sisa," terangnya, Kamis (15/8/2024).
Ia membeberkan, dosis obat tersebut yang masuk ke tubuh korban diduga sekira 3 sentimeter kubik (CC) atau mililiter (mL).
"Itu masih dugaan, nanti dokter forensik yang periksa secara persis total obat yang masuk ke tubuh korban. Diduga korban meninggal dunia karena obat itu," ungkapnya.
Sementara itu, mengenai motif korban, polisi masih mendalami isi buku diary milik Aulia.
Andika membeberkan, buku tersebut menarasikan mengenai beratnya korban menghadapi pelajaran di perkuliahan.
Isinya tak jauh berbeda dengan curhatan korban ke ibunya, yaitu tentang mata pelajaran di perkuliahan.
Selain itu, Dokter Aulia juga mengatakan ingin keluar dari program itu, tetapi terjerat program beasiswa.
"Korban merupakan mahasiswa jalur beasiswa yang beberapa kali menyatakan ingin keluar dari program tersebut."
"Namun, karena ada biaya-biaya yang harus dibayar, maka tak jadi keluar," ujarnya.
Bantahan Pihak Keluarga
Melalui kuasa hukumnya, yakni Susyanto SH., MH, pihak keluarga Dokter Aulia membantah jika kematian korban karena bunuh diri dan perundungan.
Terkait ramainya pemberitaan soal adanya perundungan atau tidak, Susyanto menyebut pihaknya tidak bisa memberikan keterangan secara vulgar karena dikhawatirkan akan terjadi blunder.
Keterangan itu, ucapnya, akan disampaikan secara terang benderang kepada kepolisian.
"Terkait yang viral katanya, nuwun sewu (mohon maaf) korban meninggal karena bunuh diri itu kami sangkal. Itu tidak benar. Bahwa almarhumah meninggal dunia karena sakit," kata Susyanto di Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Jawa Tengah, Jumat (16/8/2024).
Susyanto membeberkan, korban mempunyai riwayat penyakit saraf kejepit yang jika kelelahan itu terasa sakit.
Bisa jadi ketika Aulia merasa sakit dan kelalahan, dalam keadaan darurat dirinya kemudian menyuntikkan obat anestesi dan kelebihan dosis.
"Intinya pihak keluarga menampik terkait bahwa korban almarhumah itu meninggal dunia karena bunuh diri."
"Kami sebagai kuasa hukum dari keluarga itu menolak berita tersebut," tegasnya.
Saat ditanya, apakah korban pernah bercerita kepada orang tuanya ketika menjalani PPDS, Susyanto mengatakan hal itu akan disampaikan secara jelas apabila penegak hukum meminta keterangan resmi dari keluarga.
Susyanto khawatir, apabila hal ini disampaikan kepada media justru akan menjadi fitnah.
Lantas, jika hasil investigasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan adanya perundungan dalam kematian Dr Aulia, pihak keluarga menyerahkan hal ini kepada yang bersangkutan.
"Itu kewenangan dari pihak Kementerian Kesehatan untuk menata dapur rumah tangganya."
"Kami hanya sebatas memberikan keterangan apa yang dibutuhkan oleh Kemenkes RI," terangnya.
Disclaimer:
Berita di atas tidak bertujuan menginspirasi siapa pun melakukan tindakan serupa.
Bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu.
Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup.
Anda tidak sendiri, layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.
Berbagai saluran telah tersedia bagi pembaca untuk menghindari tindakan itu.
Pembaca bisa menghubungi Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes (021-500-454) atau LSM Jangan Bunuh Diri (021 9696 9293) atau melalui email janganbunuhdiri@yahoo.com.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul: Polisi Bentuk Tim Usut Dugaan Perundungan PPDS Anestesi Undip: Sirkel Dokter Bakal Diperiksa.
(Tribunnews.com/Deni)(TribunJateng.com/Iwan Arifianto)