TRIBUNNEWS.COM - Guru honorer Supriyani di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), mengungkap peran pengacaranya, Samsuddin, dalam surat perdamaian yang sempat ditandatanganinya.
Surat itu muncul saat pertemuan "perdamaian" dengan Aipda WH dan istrinya yang menjadi keluarga korban.
Samsuddin turut hadir dalam pertemuan yang digelar pada Selasa (5/11/2024), di rumah jabatan (rujab) Bupati Konawe Selatan (Konsel).
Pertemuan itu dilaporkan dinisiasi oleh Bupati Konsel Surunuddin Dangga.
"Kemarin (5/11), ya saya sudah ada panggilan ke Propam. Namun sebelum saya berangkat ke Propam, saya dibawa ke Rujab Bupati Konawe Selatan untuk dipertemukan oleh orangtua korban. Dan disitu, isi percakapan Pak Bupati itu untuk atur damai dan permintaan maaf. Tapi bukan permintaan mengakui kesalahan," kata Supriyani dikutip dari Tribun Sultra.
Di rumah jabat itu Supriyani melihat Samsuddin yang pada saat itu masih menjadi pengacaranya.
"Di sana kebetulan, setelah saya sampai di rujab ada pengacara Pak Samsuddin yang ada juga di sana," katanya.
Guru honorer itu kemudian diajak membahas perdamaian yang akan dilakukan bersama dengan orangtua korban.
"Dan saya disuruh mempertimbangkan itu (atur damai) dan seluruhnya saya serahkan ke pengacara saya."
Selanjutnya, dia disodori surat yang menurut pengakuannya belum sempat dibacanya.
Hal itu lantaran dia mempercayakannya kepada Samsuddin yang menjadi kuasa hukumnya.
Baca juga: Kronologi Guru Supriyani Terpaksa Tanda Tangani Surat Damai lalu Mencabutnya, Mengaku Tertekan
"Tidak, Pak, (tidak dibaca) karena saya serahkan sama pengacara saya," tuturnya.
Supriyani mengatakan surat damai tersebut ternyata diketik pada saat itu oleh pengacaranya sendiri.
Dia kemudian diminta menandatangani surat tersebut. Selanjutnya, diketahui bahwa isinya adalah atur damai dan saling memaafkan.