TRIBUNNEWS.COM, MEDAN- Warga Desa Selamat, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara kini trauma akibat penyerangan yang dilakukan 33 prajurit Batalyon Artileri Medan atau Armed 2/105 Kilap Sumagan pada Jumat (9/11/2024) malam.
Kepala Dusun III Desa Selamat, Binawati mengungkapkan dampak psikologis yang dialami warga, terutama anak-anak.
“Wah ini aja sampai sekarang, banyak anak sekolah bilang ‘Mak, kayak mana ini, aku takut sekolah.’ Itu lah karena sudah takut dengan si cepak ini tadi kan,” ujarnya saat diwawancarai di lokasi pada Senin (11/11/2024).
Baca juga: Korban Tewas di Deli Serdang Berusia 60 Tahun, Panglima TNI Sebut Awalnya Prajurit Tegur Geng Motor
Ia menambahkan, warga laki-laki pun merasa takut keluar rumah. Binawati juga mengaku masih merasa was-was saat hendak mengendarai sepeda motor ke kantor desa.
Menurutnya, kejadian penyerangan itu sangat berbekas dan melukai hati masyarakat.
Tony Seno Aji (55), warga Dusun IV Desa Selamat menyatakan, setelah penyerangan, seluruh anak sekolah di dusunnya tidak berani pergi ke sekolah.
“Satu pun anak sekolah tak berani ke sekolah. Baru-baru ini lah, ada beberapa anak yang berani ke sekolah,” ungkapnya.
Kondisi psikologis warga mulai membaik setelah pihak Danramil, Kodam I/BB, dan staf ahli Pangdam I/BB menjumpai masyarakat pada Minggu (10/11/2024).
“Mereka sudah mengatakan, bahwasanya jangan takut. Untuk penjagaan, sampai bapak ibu merasa tenang, kami tetap menjaga kampung ini,” kata Tony.
Sebagai langkah untuk meningkatkan rasa aman, jalan menuju sekolah kini telah dijaga beberapa personel dari Babinsa dan Kodam I/BB.
Koalisi Masyarakat Sipil Desak Oknum TNI Pelaku Penyerangan Warga di Deli Serdang Segera Diadili
Koalisi masyarakat sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam keras penyerangan secara membabi buta masyarakat Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang Sumatra Utara, oleh oknum anggota TNI dari Batalyon Artileri Medan 2/105 Kilap Sumagan.
Penyerangan tersebut ditenggarai disebabkan oleh adanya perselisihan antara salah seorang warga dengan anggota TNI pada siang hari di jalan.
Puluhan anggota TNI kemudia merespon perselisihan tersebut dengan melakukan penyerangan secara brutal terhadap warga.
Baca juga: Awal Mula Penyerangan Warga oleh 33 Prajurit TNI di Deli Serdang, Dipicu Geng Motor
"Kami menilai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota TNI tersebut tidak dapat dibenarkan dengan dalih apapun," tulis keterangan Koalisi Masyarakat Sipil, Senin (11/11/2024).
Koalisi menilai, penyerangan terhadap warga yang dilakukan oleh anggota TNI di Kabupaten Deli Serdang tersebut menunjukan kecenderungan masih kuatnya arogansi dan kesewenang-wenangan hukum (above the law) anggota TNI terhadap warga sipil.
Para anggota TNI yang diduga melakukan serangan brutal tersebut tidak boleh dibiarkan tanpa proses hukum dan harus dihukum sesuai dengan perbuatannya.
Berdasarkan catatan Imparsial, sepanjang tahun 2024 (Januari – November 2024) ini saja, telah terdapat 25 peristiwa kekerasan anggota TNI terhadap warga sipil.
Bentuk-bentuk kekerasan tersebut antara lain; penganiayaan atau penyiksaan terhadap warga sipil, kekerasan terhadap pembela HAM dan jurnalis, intimidasi dan perusakan properti, penembakan, dan KDRT.
Motif dari tindakan kekerasan yang dilakukan oknum anggota TNI ini juga beragam, mulai dari motif persoalan pribadi, bentuk solidaritas terhadap korps yang keliru, terlibat dalam sengketa lahan dengan masyarakat, terlibat dalam penggusuran, serta pembatasan terhadap kerja-kerja jurnalis dan pembela HAM.
Umumnya, pelaku kekerasan tersebut juga tidak mendapatkan hukuman atau sanksi sebagaimana mestinya (impunitas).
Koalisi menilai, langgengnya budaya kekerasan aparat TNI terhadap warga sipil di sejumlah daerah salah satunya disebabkan oleh belum direvisinya UU tentang Peradilan Militer (UU NO. 31 tahun 1997).
Sistem Peradilan Militer yang berjalan selama ini tidak urung menjadi sarana impunitas bagi aparat TNI yang melakukan kekerasan. Reformasi peradilan militer sesungguhnya adalah mandat dari UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Baca juga: Pangdam Bukit Barisan Sesali Ulah Anggota TNI Serang Warga Sipil hingga Tewas, Sampaikan Minta Maaf
Pasal 65 Ayat (2) UU TNI menyebutkan bahwa “prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang”.
Selain itu, upaya mewujudkan reformasi peradilan militer merupakan sebuah kewajiban konstitusional yang harus dijalankan Pemerintah dan parlemen.
Ada dua poin yang didesak Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan:
1. Anggota TNI yang melakukan penyerangan terhadap warga sipil di Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara diadili dan diproses secara hukum melalui sistem peradilan umum, bukan peradilan militer.
2. Pemerintah dan DPR RI segera untuk memasukkan agenda revisi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer ke dalam Prolegnas 2024 – 2029 untuk segera dibahas oleh DPR RI bersama dengan Pemerintah dalam periode legislasi berikutnya.
Sebelumnya, penyerangan yang dilakukan oleh sejumlah prajurit Armed mengakibatkan seorang warga, Raden Barus (61), tewas dan belasan lainnya terluka. Panglima Kodam I Bukit Barisan, Letjen Mochammad Hasan, telah menyampaikan permohonan maaf atas insiden tersebut.
“Sekali lagi, bersama keluarga besar Bukit Barisan, kami memohon maaf sebesar-besarnya. Kalaupun saya harus menggantikan almarhum, saya siap melakukan itu sekarang. Saya ikhlas,” ungkap Hasan saat mengikuti acara adat pemakaman Raden Barus di Jambur Desa Selamat, Minggu (10/11/2024).
Kejadian ini mencerminkan perlunya perhatian lebih terhadap keamanan dan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam situasi yang penuh ketegangan seperti ini. (Kompas.com/Tribunnews)