TRIBUNNEWS.COM - Guru honorer Supriyani di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), dijatuhi vonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Andoolo, Senin, (25/11/2024).
Dalam amar putusan, disebutkan bahwa tidak ada bukti kuat dan meyakinkan bahwa Supriyani telah memukul D, muridnya yang merupakan anak seorang polisi bernama Aipda WH.
Hakim memiliki beberapa pertimbangan dalam menjatuhkan vonis bebas itu.
Dua di antaranya adalah tidak adanya bukti kuat dan keterangan saksi siswa D serta dua temanya dalam persidangan.
Hakim menganggap keterangan dua saksi anak, Izzatun dan Afizah, tidak sesuai dengan hasil visum luka anak Aipda WH dikeluarkan dokter.
Di samping itu, keterangan saksi anak juga tidak sesuai dengan bukti pakaian dikenakan D ketika mening Supriyani memukulnya dengan sapu ijuk.
"Tidak ada bukti berkesesuaian keterangan saksi Izzatun dan Afizah dengan bukti hasil visum dan bukti lainnya, berupa celana warna merah yang tidak ditemukan adanya sobekan akibat gesekan benda dengan permukaan kasar," kata hakim Vivi Fatmawaty Ali.
Hakim turut menyinggung saksi ahli forensik yang mengatakan bahwa apabila luka D akibat dipukuli sapu, hanya akan ada luka lecet dan memar.
Oleh karena itu, hakim meyakini dugaan bahwa luka korban disebabkan oleh sapu Supriyani telah terbantahkan dengan keterangan saksi ahli dokter forensik.
Hakim juga merasa keterangan saksi dihadirkan jaksa dalam sidang belum bisa menunjukan bahwa Supriyani telah melakukan pemukulan seperti yang diatur dalam pasal 185 ayat (2) juncto pasal 185 ayat (3) KUHAP.
"Menentukan keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah atas perbuatan yang didakwakan kepadanya."
Baca juga: 3 Fakta Supriyani Divonis Bebas: Guru Honorer akan Laporkan Balik, Pihak Aipda WH Kritik Kinerja JPU
"Ketentuan sebegaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak berlaku apabila disertai dengan alat bukti lainnya yang sah," kata hakim Vivi.
Hakim juga menganggap jaksa penuntut umum juga tidak bisa membuktikan adanya tidak pidana oleh guru honorer itu.
Dalam sistem hukum pidana formil di Indonesia, beban untuk membuktikan adanya tindak pidana terletak pada jaksa penuntut umum sebagaimana dalam pasal 66 KUHAP.
Menurut hakim, keterangan saksi Aipda WH dan istrinya, NF, yang menyatakan adanya pemukulan berdasarkan cerita anak mereka seharusnya dikesampingkan oleh JPU karena tidak memenuhi syarat.
"Keterangan saksi saksi tersebut layak untuk dikesampingkan sebab keterangan saksi itu tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 1 angka 26 KUHAP," ucap hakim.
Selain itu, keterangan saksi anak dalam sidang tak bisa dijadikan bukti kuat adanya tindak pidana. Sebelumnya, saksi ahli Reza Indragiri menyampaikan kualitas kesaksian kanak-kanak.
Majelis hakim menganggap tidak ada keterangan saksi lain yang bisa memberikan bukti kuat bahwa Supriyani memukul D.
Sementara itu, saksi Lilis sebagai wali kelas korban mengatakan Supriyani hanya mengajar di ruang kelas 1 B dan tidak pernah masuk kelas 1A tempat korban belajar.
"Menimbang saksi Lilis Herlina Dewi hanya meninggalkan kelas selama 5 menit untuk mengisi absen. Saat berjalan ke ruangan saksi Lilis melihat terdakwa Supriyani mengajar di kelas 1 B," kata Vivi
"Namun berdasarkan dari persidangan tidak ada saksi atau murid kelas 1 B dihadrikan membuktikan terdakwa benar-benar keluar kelas 1 B pada saat mengajar."
Baca juga: Guru Supriyani Divonis Bebas, Kuasa Hukum Keluarga Aipda WH Tuding Jaksa Cuci Tangan
(Tribunnews/Febri/Tribun Sultra/Laode Ari)
Artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Keterangan Saksi Anak, Bukti Sapu hingga Kurangnya Pembuktian, Alasan Hakim Vonis Bebas Supriyani