TRIBUNNEWS.COM - Bank Jabar Banten (BJB) akan menggelar Rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada akhir Januari 2025.
Agenda RUPSLB BJB adalah pergantian pengurus.
Anggota Fraksi Golkar DPRD Provinsi Jawa Barat, Ahmad Hidayat, mengatakan upaya BJB menggelar RUPSLB pada akhir Januari 2025 lebih berisiko daripada menguntungkan.
"Ketidakstabilan internal, potensi konflik dengan pemerintahan baru, serta dampak negatif pada proyek strategis dan reputasi bank menjadi alasan kuat untuk menunda RUPSLB," kata Hidayat dalam keterangannya pada Jumat (29/11/2024).
Untuk itu, dia meminta, agar menunda RUPSLB hingga RUPST. Dari sisi organisasi, Dia menjelaskan RUPSLB dapat menjadi langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan kepemimpinan jika pergantian pengurus memang diperlukan demi kinerja atau strategi baru. Namun, risiko besar juga mengintai.
"Pergantian mendadak sebelum pelantikan gubernur baru berpotensi menciptakan disharmoni antara manajemen bank dan pemerintahan baru, yang bisa mengganggu arah strategis," kata dia.
Kata dia, agenda pergantian pengurus dapat dilakukan bersamaan dengan RUPST untuk menjaga stabilitas dan prinsip GCG.
"Libatkan gubernur baru, karena kputusan strategis harus selaras dengan visi pemerintahan baru," ujarnya.
Baca juga: Gubernur Bank Indonesia: Prospek Ekonomi Global akan Meredup Pada 2025 dan 2026
Dari sisi tata kelola, pelaksanaan RUPSLB tanpa urgensi operasional yang jelas dapat dianggap melanggar prinsip good corporate governance (GCG), khususnya akuntabilitas dan transparansi.
Sebagai pemegang saham mayoritas, pemerintah provinsi baru memiliki hak untuk terlibat dalam keputusan strategis seperti ini. Mengabaikan hak tersebut bisa menimbulkan persepsi negatif, baik dari investor maupun masyarakat.
Pergantian pengurus dalam waktu dekat juga membawa risiko ketidakstabilan internal. Tim manajemen mungkin mengalami disorientasi, proyek strategis seperti Sustainability Bond dan Perpetual Bond dapat tertunda, dan moral karyawan bisa terdampak negatif akibat ketidakpastian.
"Padahal, kedua proyek tersebut sangat penting untuk memperkuat modal inti dan mendukung keberlanjutan bank di masa depan," tuturnya.
Investor pun mengharapkan stabilitas manajemen. Keputusan yang tergesa-gesa dapat merusak reputasi bank, menurunkan minat pasar terhadap obligasi, dan mengurangi kepercayaan mitra bisnis.
Dari sudut pandang etika, menunda RUPSLB hingga pelantikan gubernur baru adalah langkah yang mencerminkan penghormatan terhadap pemerintahan baru. Hal ini juga membantu menghindari persepsi bahwa pergantian pengurus dilakukan atas dasar politis.
"Sebagai entitas publik, Bank BJB harus memprioritaskan keputusan berbasis kepentingan bisnis, bukan politik, demi menjaga reputasi profesionalnya," kata dia.
Baca juga: Diskusi dengan Pakar ITB, Pimpinan MPR Terima Masukan untuk Wujudkan Target Ketahanan Energi Prabowo
Untuk saat ini, menurut dia, lebih baik fokus pada proyek strategis dan memastikan keberhasilan sustainability bond dan perpetual bond.
Selain itu, komunikasikan transparansi dan publikasikan alasan di balik keputusan secara terbuka untuk mencegah persepsi negatif.
Dia menambahkan, keputusan strategis seperti ini membutuhkan kebijaksanaan, integritas, dan fokus pada kepentingan jangka panjang.
"Dengan pendekatan yang tepat, Bank BJB dapat terus menjadi lembaga keuangan yang stabil dan terpercaya, sekaligus mendukung pembangunan daerah secara berkelanjutan," tambahnya.