Kendati demikian, Darma mengatakan bahwa antara ayah TA dengan orang tuanya dulunya berteman, namun tidak pernah terjadi keributan atau pun membicarakan hal yang berkaitan dengan tanah yang ditempatinya.
"Kenapa saya berani mengatakan itu tanah saya? Karena kebetulan rumah yang saya tinggali adalah peninggalan dari orang tua. Di mana rumah ini didirikan pada tahun 1982 dan itu masih disaksikan, proses pembangunannya masih disaksikan oleh orang tua si pelaku (TA)," ujarnya.
"Dan, selama proses pembangunan sampai ke masa hidup orang tua saya dan orang tua si pelaku, itu tidak pernah terjadi yang namanya keributan," tambahnya.
Kata Darma, tanah yang diklaim TA itu seluas 5 rante atau sekitar 2000 meter persegi. TA mengaku kepadanya punya surat tanah, namun sampai sekarang TA tidak bisa menunjukkannya. Namun, Darma juga mengatakan tidak memiliki surat tanah juga.
"Karena kebetulan ini tanah warisan bang, surat tanahnya tidak ada. Iya, kalau untuk pengelolaan kita yang saya ketahui 4 generasi lah," katanya.
Darma lalu mengatakan, karena tidak memberikan apa yang TA minta, pada 6 Januari 2025, TA membuat parit sepanjang 80 meter yang mengelilingi rumah Darma.
"TA dan kawan-kawan beserta rombongannya, membawa satu unit alat berat, ekskavator, dan langsung melakukan penggalian parit yang dalamnya kurang lebih 5 meter," ujar Darma.
Baca juga: Detik-detik Kecelakaan Bus Mira yang Terperosok Parit di Ngawi, 1 Orang Meninggal DUnia
Terduga Pelaku Dipolisikan
Menurut Darma, persoalan yang dihadapinya ini adalah murni perusakan, tidak ada kaitannya dengan persoalan sengketa tanah.
"Ini murni bukan sengketa lahan. Kenapa saya bilang ini tidak sengketa? Karena saya dan pelaku itu belum pernah terjadi yang namanya saling mengajukan atau gugat menggugat di pengadilan," ujarnya.
"Jadi, ini murni namanya perusakan, pelanggaran HAM, dan percobaan pembunuhan terhadap keluarga kami," ucapnya.
Darma melanjutkan, semenjak depan rumahnya dijadikan parit, keluarganya begitu sulit mengakses jalan ketika bepergian.
"Jadi, rumah kami sekarang seperti pulau terisolasi. Anak saya yang masih TK susah pergi sekolah maupun pulang sekolah. Terus, untuk membeli kebutuhan dapur kami juga seperti itu. Jadi, kalau misalnya istri mau belanja, itu juga kesusahan," tuturnya.
Atas kejadian ini, Darma mengaku pihaknya melaporkan kejadian itu ke Polres Samosir dengan nomor laporan STPL/21/1/2025/SPKT/RES SAMOSIR/SUMUT.
Kata dia, polisi telah memproses kasus ini dan pada Jumat (31/1/2025) pihaknya telah menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP).