TRIBUNNEWS.COM, GUANGDONG - Elang Hitam Chengdu J-20, pesawat tempur dengan aroma dan rasa khas Rusia sukses menghipnotis pandangan publik internasional dalam pameran Airshow China 2016 pada 1 November 2016 lalu di Zhuhai, Guangdong, Tiongkok.
Hadirnya pesawat generasi kelima Tiongkok tersebut di dunia merupakan pencapaian besar bagi kemajuan industri pertahanan strategis negara tirai bambu ini.
Jet tempur yang diproduksi Chengdu Aerospace Corporation ini dengan bangga memperlihatkan ketangguhannya pada Pameran Aviasi dan Kedirgantaraan Internasional Tiongkok yang ke-11 tersebut.
Seperti yang disebutkan RBTH Indonesia, banyak pakar Rusia yang menilai bahwa debut pubik pesawat tempur generasi kelima Tiongkok yang pertama kali mengudara pada Januari 2011 ini telah menunjukkan kecakapan teknologinya yang terus berkembang.
Menurut mereka, tak seharusnya pesawat tempur buatan Tiongkok ini dilihat sebagai pameran kekuatan, seperti yang dilaporkan oleh beberapa media.
“Ini lebih seperti pameran teknologi. Saya rasa, perlu beberapa tahun sebelum mesin ini benar-benar siap. Namun, hal itu tak mengecilkan pencapaian para perancang Tiongkok,” ujar Kepala Pusat Analisis Strategi dan Teknologi (CAST) Ruslan Pukhov.
Sebagian besar karakteristik teknis pesawat, masih dirahasiakan oleh Tiongkok. Informasi yang tersedia hingga kni hanya terkait teknologi siluman yang digunakan, membangun pesawat tempur yang memiliki misil udara-ke-udara dan mesin-mesin Rusia.
Dari segi deasin, Elang Hitam Chengdu J-20 memiliki ‘canard’ (sayap kecil horizontal pada bagian depan) yang juga berfungsi untuk mengendalikan pesawat.
Desain aeronautika seperti ini jarang digunakan lantaran terdapat pula beberapa kekurangan yang menyertai meskipun memiliki kualifikasi sebagai pesawat siluman.
Pesawat yang memiliki ‘canard biasanya memiliki hidung kerucut yang besar sehingga memperlambat pesawat dalam melesat.
Selain itu, dengan adanya canard juga membuat pesawat memiliki kemampuan manuver yang rendah.
“Di sisi lain, sebuah canard bisa membuat penempatan sistem senjata lebih fleksibel dan dapat menampung lebih banyak bahan bakar. Sebagai tambahan, jika pesawat harus terbang dalam kecepatan supersonik (1.188 kilometer per jam), desain ini sangat efektif,” terang Pavel Bulat dari Universitas ITMO di Sankt, Peterburg.
Lahirnya Chengdu J-20 masih menyisakan tantangan tersendiri bagi Tiongkok, terutama pada bagian mesin dan pengembangannya. Pasalnya Tiongkok belum mampu memproduksi mesin pesawat generasi kelima.
“Tiongkok telah membeli sekitar 200 mesin AL-31 untuk J-20. Tampaknya, pada 1 November lalu, Chengdu J-20 terbang dengan mesin Tiongkok yang dibuat berdasarkan mesin Rusia AL-31. Mesin Rusia sepertinya akan digunakan untuk J-20 ketika produksi berseri diluncurkan,” kata seorang narasumber dari industri pertahanan Rusia.