TRIBUNNEWS.COM -- DIDAPUK sebagai salah satu dari 35 spesies mamalia laut di Indonesia, dugong atau sering disebut ikan duyung hingga kini juga masih memiliki habitat di wilayah perairan Kalimantan Timur. Satwa yang berkerabat dekat secara genetis dengan gajah ini merupakan satu-satunya mamalia ordo Sirenia yang tinggal di laut.
"Dugong dapat ditemukan di perairan dangkal sekitaran Samudra Hindia dan Pasifik. Untuk wilayah Kaltim, memang belum ada penelitian khusus yang dilakukan WWF Indonesia akan hal itu. Berapa jumlah Dugong di Kaltim pun masih belum diketahui. Tetapi, berdasarkan daerah konsumsi makanan, Dugong diyakini masih ada di kawasan perairan Berau, Kepulauan Derawan," ujar Dwi Suprapti, National Marine Species Conservation Coordinator WWF Indonesia.
Makanan utama Dugong, yakni lamun. Lamun berbeda dengan rumput laut (seaweed) merupakan tanaman makro alga yang hidup di laut yang tidak memiliki akar, batang dan daun sejati dan pada umummnya hidup di dasar perairan.
Sementara Lamun, adalah tanaman yang hidup dilaut dan tidak memiliki klorofil. Lamun merupakan kompetitor bagi rumput laut, dan biasanya tumbuh di daerah dekat pantai. Lamun inilah yang menjadi makanan Dugong.
Di Kepulauan Derawan, Berau masih ditemukan adanya sea grass ini yang membuat Dugong diyakini masih hidup di sana. Belum lagi adanya laporan masyarakat yang seringkali juga menemukan Dugong ketika beraktifitas.
Adanya habitat Dugong di Kaltim juga dijelaskan Sri Jimmy, WWF Kubar yang menyatakan Dugong sering muncul di kawasan Teluk Balikpapan.
"Dugong sering muncul di Teluk Balikpapan. Beberapa tahun terakhir, habitat mulai terancam karena ekspansi pembangunan dan industri di kawasan tersebut," ucapnya.
Dikenal dengan nama Duyung di kalangan masyarakat, Dugong juga seringkali disebut dengan beberapa panggilan. Ada yang menyebut sapi laut, babi laut, onta laut, hingga disebut sebagai nona laut.
"Kata nona laut itu jika diterjemahkan ke bahasa Tagalog, berarti Dugong. Inilah seringkali mereka disebut lady of the sea," kata Dwi Suprapti.
Secara deskripsi morfologi, Dugong memiliki warna kulit cokelat keabu-abuan, dan sedikit rambut pada tubuhnya. Tubuh duyung juga dilapisi oleh lapisan lemak yang tebal, sehingga sering terlihat gemuk dan bulat lonjong.
"Duyung memiliki sepasang sirip depan tak berjari. Sebagai mamalia, duyungb bernapas dengan paru-paru. Lubang napasnya terletak di atas moncongnya. Katup pada lubang tersebut akan menutup ketika Duyung sedang berada di dalam air," kata Dwi.
Perbedaan Duyung dengan hewan mamalia lain yang juga ada di Kaltim, yakni Pesut Mahakam ataupun pesut lain, juga bisa dilihat dengan jelas.
"Pertama dari bentuk tubuhnya. Pesut, lebih ramping, sementara Duyung lebih gemuk. Selain itu, yang paling mudah adalah tak adanya sirip punggung pada Duyung. Dari sisi makanan juga berbeda. Duyung, itu herbivora, makanannya tumbuhan, sementara pesut, kan makanannya bisa berupa plankton atau ikan-ikan kecil, jadi termasuk karnivora," ucapnya.
Seringkali, Duyung ditemukan berenang sendirian atau dalam formasi bersama pasagngan induk-anak. Walau demikian, tak jarang pula 4-6 individu ditemukan berenang dalam satu kelompok. Kecepatan rata-rata Duyung berenang adalah 10 km / jam dan sejauh 25 km tiap harinya.
"Duyung mampu menahan napas sampai 8 menit sambil berenang di dalam air," katanya.
Duyung memiliki kebiasaan makan di dasar perairan (bottom feeding). Aktivitas ini didukung oleh berbagai karakteristik bagian tubuhnya, antara lain bagian ujung kepala yang mengarah ke bawah, bantalan bibir yang berukuran besar, rambut kasar yang sensitif di sekitar mulutnya, serta tulang yang sangat berat, sehingga duyung mudah untuk tetap berenang di dasar laut.
Mirip dengan satwa herbivora lainnya, usus duyung sangat panjang yaitu mencapai 30 meter. Gigi seri duyung jantan yang tumbuh memanjang melewati gusi biasanya disebut taring. Bagian tubuh ini umumnya digunakan untuk mencongkel lamun sampai ke akarnya, dan juga dalam berinteraksi antar individu.
Mirip Manusia
Seringkali diadaptasi dalam berbagai film atau cerita fiksi, Duyung kerap disamakan dengan manusia.
Hal ini juga memiliki kesamaan dalam hal peranakan Duyung. Sama seperti manusia, Duyung juga membutuhkan waktu sekitar 9 bulan untuk bisa melahirkan anakannya.
"Jangka waktu mengandungnya sekitar 9-14 bulan. Setiap kali reproduksi, hanya 1 anak saja. Ini yang membuat menyerupai manusia," kata Dwi Suprapti.
Dugong dewasa bisa mencapai usia hingga 73 tahun. Saat pertama kali lahir, beratnya hanya 25-35 kg, tetapi ukuran tubuh maksimal bisa hingga 4,1 meter dan berat 1 ton (1000 kg).
"Usia saat mulai reproduksi sekitar 7-17 tahun. Biasanya usai melahirkan, Duyung baru bisa reproduksi kembali setelah 2,5 hingga 6 tahun berikutnya. Ini juga hadi faktor mengapa Duyung termasuk satwa yang harus dijaga kelestariannya. Karena faktor lamanya anakan Duyung bisa lahir," ucapnya.
Dalam tiap perjumpaan tim WWF Indonesia akan Duyung di beberapa wilayah di Indonesia, seringkali ditemukan perbedaan antara jantan dan betina. "Jantan terlihat suka bermanuver. Lincah. Simbol dari kejantanannya. Sementara betina lebih kalem," ucapnya. (anj)