TRIBUNNEWS.COM, HONG KONG - Saat Huawei Technologies masuk dalam daftar hitam Amerika Serikat (AS) pada awal tahun ini, pendirinya, Ren Zhengfei pun meluncurkan 'metafora' perang.
Ia membahas mengenai 'krisis hidup atau mati' dan menunjukkan foto-foto pesawat Perang Dunia (PD) II kepada awak media, mencoba menjelaskan bahwa Huawei juga tengah dijadikan 'sasaran' oleh AS.
Tujuh bulan kemudian, perusahaan peralatan telekomunikasi terbesar di dunia itu tampaknya nyaris tidak mengalami hambatan terkait penerapan sanksi AS.
Dikutip dari laman asia.nikkei.com, Minggu (8/12/2019), ditambahkannya Huawei dan 70 afiliasi ke 'daftar entitas' AS pada Mei lalu dimaksudkan untuk mencegah grup ini agar tidak membeli suku cadang dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah negara adidaya itu.
Para pengamat memprediksi langkah tersebut akan membuat perusahaan Tiongkok ini 'pincang' karena selama ini Huawei bergantung pada pemasok AS.
Ini tentu saja dinilai akan menghambat Huawei dalam upaya memproduksi beberapa produk utamanya.
Namun fakta yang terjadi justru sebaliknya, Huawei jauh dari kata 'tertatih-tatih' dan dapat dikatakan makmur pada bulan-bulan berikutnya.
Peningkatan pangsa pasar ponsel pintar global pada kuartal III tahun 2019 ini sebagian dipicu penjualan domestik yang membengkak oleh pembeli Tiongkok.
Sementara saingannya, Apple mengalami kemunduran karena pendapatannya dalam sembilan bulan pertama di tahun ini hanya tumbuh sebesar 24 persen year on year (YoY).
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah secara strategis, Huawei berhasil menandatangani kontrak dengan operator di seluruh dunia untuk memasang peralatan layanan 5G supercepat yang diharapkan menjadikan Internet of Things (IoT) sebagai tren terbaru teknologi saat ini.
Sejauh ini, perusahaan tersebut telah mengunci 65 kontrak dan hampir setengahnya datang dari negara-negara Eropa, meskipun AS terus menggencarkan upaya diplomatik dalam membujuk sekutunya untuk menghindari kerja sama teknologi dengan Huawei.
Dalam kaitannya dengan Inggris, pemerintah mengatakan bahwa Huawei telah menandatangani kontrak 5G dengan empat operator domestik negara itu.
Meskipun Inggris belum memutuskan secara resmi apakah akan mengizinkan Huawei masuk ke jaringan infrastruktur 5G negara itu, namun ini fakta yang terjadi.
Salah satu operator di Inggris yakni EE yang menggunakan peralatan Huawei mengatakan bahwa pihaknya telah mengaktifkan 5G di 14 kota di seluruh negeri.
Saat Huawei memperoleh dukungan dari luar negeri, perusahaan ini pun telah mengurangi ketergantungannya pada pemasok AS.
Komponen Jepang dan Korea Selatan (Korsel) memang telah mendorong pemasok AS di bidang telepon lainnya.
Namun komponen berteknologi tinggi yang dibuat oleh HiSilicon yang dimiliki Huawei, telah mengalami peningkatan dibandingkan dengan model sebelumnya.