News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dari Gerhana Matahari hingga Hujan Meteor, Ini 12 Fenomena Langit Indonesia di Bulan Desember

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ini 12 fenomena langit indonesia di bulan desember

TRIBUNNEWS.COM - Observatorium Bosscha menginformasikan selama Desember 2019 ini akan terjadi setidaknya 12 fenomena langit di Indonesia.

Lembaga riset yang berada di bawah naungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (FMIPA ITB) mengumumkan 12 fenomena langit yang dimaksud melalui akun Instagram @bosschaobservatory.

Dalam postingan yang sudah diunggah sejak seminggu lalu, @bosschaobservatory menuliskan:

"Malam-malam di bulan Desember ini akan dihiasi banyak hujan meteor lho"

"Berikut fenomena langit yang bisa teman-teman saksikan selama bulan Desember ini," tulis @bosschaobservatory.

Baca: VIRAL Video Angin Puting Beliung Diduga di Madura Tertangkap Kamera, BMKG Beri Penjelasan

Berikut rincian lengkap 12 fenomena langit Indonesia di bulan Desember:

 1. 2 Des : Hujan Meteor Pheonicid

2. 6 Des : Hujan Meteor Cassiopeid

3. 7 Des : Hujan Meteor Puppid Velid

4. 9 Des : Hujan Meteor Monocetid

5. 12 Des : Hujan Meteor Hydrid; Awan Magellan Besar pada posisi yang baik untuk pengamatan

6. 14 Des : Hujan Meteor Geminid

7. 16 Des : Hujan Meteor Comae Berenicid

8. 20 Des : Hujan Meteor Leonis Minorid

9. 22 Des : Solstis Desember

10. 23 Des : Konjungsi Mars dan Bulan

11. 26 Des : Gerhana Matahari Cincin melewati sebagian wilayah Indonesia

12.  28 Des : Konjungsi Venus dan Bulan

Baca: 5 Fakta Terbaru Viral Anak SD dan Ibunya Menangis di-Bully karena Ekonomi, Ternyata Tidak Benar

 Mengenal lebih dekat Observatorium Bosscha

Kubah Refraktor Ganda Zeiss Observatorium Bosscha (bosscha.itb.ac.id/credit: M. Yusuf)

Dirangkum dari bosscha.itb.ac.id, Observatorium Bosscha sudah ada sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda.

Bosscha dibangun oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereniging (NISV) atau Perhimpunan Astronomi Hindia Belanda.

Tidak heran, Observatorium Bosscha menjadi balai pengamatan antariksa tertua di Indonesia.

Observatorium Bosscha dahulu bernama Bosscha Sterrenwacht.

Pada rapat pertama NISV, diputuskan akan dibangun sebuah observatorium di Indonesia demi memajukan Ilmu Astronomi di Hindia Belanda.

Dalam rapat itulah, Karel Albert Rudolf (K.A.R.) Bosscha, seorang tuan tanah di perkebunan teh Malabar, bersedia menjadi penyandang dana utama dan berjanji akan memberikan bantuan pembelian teropong bintang.

Sebagai penghargaan atas jasa K.A.R. Bosscha dalam pembangunan observatorium ini, maka nama Bosscha diabadikan sebagai nama observatorium ini.

Pembangunan observatorium ini sendiri menghabiskan waktu kurang lebih 5 tahun sejak 1923 hingga1928.

Publikasi internasional pertama Observatorium Bosscha dilakukan pada 1933.

Namun kemudian observasi terpaksa dihentikan dikarenakan sedang berkecamuknya Perang Dunia II.

Setelah perang usai, dilakukan renovasi besar-besaran pada observatorium ini.

Pasalnya, Bosscha sempat mengalami kerusakan akibat perang.

Kemudian pada 17 Oktober 1951, NISV menyerahkan observatorium ini kepada pemerintah RI.

Setelah ITB berdiri pada 1959, Observatorium Bosscha kemudian menjadi bagian dari kampus ini.

Sejak saat itu, Bosscha difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal Astronomi di Indonesia.

Baca: 4 Fakta Film 'Wonder Woman 1984', Secara Misterius Steve Trevor Kembali Muncul dalam Film

Selain mengemban tugasnya dalam penelitian dan pendidikan, Observatorium Bosscha melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat.

Baik dalam bentuk kegiatan rutin maupun kegiatan bersifat insidental, bergantung pada terjadinya fenomena astronomi yang menarik.

Observatorium Bosscha pun membuka peluang kolaborasi dan belajar bagi mahasiswa maupun peneliti dari berbagai tempat di seluruh dunia.

Peneliti dan mahasiswa dari berbagai tempat telah datang untuk melakukan pengamatan astronomi, melakukan analisis data astrofisika, belajar instrumentasi, dan lain sebagainya.

Observatorium Bosscha juga menerima mahasiswa maupun peneliti yang ingin belajar topik-topik non–astronomi yang relevan.

Misalnya tentang sejarah, bangunan, manajemen, serta lingkungan di Observatorium Bosscha.

Pada 2004, Observatorium Bosscha dinyatakan sebagai Benda Cagar Budaya oleh Pemerintah.

Oleh karena itu, keberadaan Observatorium Bosscha dilindungi UU Nomor 2/1992 tentang Benda Cagar Budaya.

Selanjutnya, pada 2008, pemerintah menetapkan Observatorium Bosscha sebagai salah satu Objek Vital Nasional yang harus diamankan.

(*)

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini