TRIBUNNEWS.COM-- Erupsi Gunung Semeru pada Sabtu (4/12/2021) sore disebut ahli sebagai erupsi sekunder dari erupsi pertama yang terjadi pada Desember 2020.
Akankah letusan tersebut menimbulkan erupsi susulan?
Ahli Kebencanaan UPN Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Slamet mengatakan, ada tidaknya erupsi susulan tergantung pada kondisi di puncak Semeru.
Baca juga: Karakter Letusan Gunung Semeru, Simak Kawasan yang Rawan Terkena Bencana
Dia mengatakan, ada dua hal yang memengaruhi erupsi susulan, material vulkanik yang masih ada atau tidak di gunung Semeru hujan yang bisa memengaruhi erupsi.
"Kalau memang volume yang enggak stabil sudah hilang, sudah menjadi kondisi stabil kemungkinan cenderung tidak ada (erupsi susulan)," kata Eko dikutip dari siaran langsung Kompas TV, Minggu (5/12/2021).
"Begitu juga kalau sudah tidak ada hujan (maka kemungkinan erupsi susulan tidak ada)," imbuh dia.
Kendati hal tersebut belum dapat diketahui pasti, tapi Eko mengatakan bahwa, jika ada erupsi susulan tidak akan sebesar erupsi kemarin sore.
Baca juga: Korban Meninggal Akibat Erupsi Gunung Semeru Bertambah Jadi 14 Orang
"Karena material yang enggak stabil sudah dilunturkan," sambungnya.
Untuk memastikan hal tersebut, kata dia, diperlukan pemantauan dari udara untuk memantau kondisi puncak di tempat-tempat guguran.
"Erupsi semeru berkumpul di sana, di ratio dari puncak sampai 300-500 meter di bawah puncak. Jadi nanti bisa terlihat area mana yang masih brpotensi erupsi lagi dan tidak," ungkap Eko.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, sejumlah warga terdampak erupsi Gunung Semeru mendatangi kampung mereka untuk melihat kondisi rumah dan mengambil barang yang tersisa.
Baca juga: Prakiraan Cuaca Kawasan Gunung Semeru Senin 6 Desember 2021, Waspada Banjir Lahar saat Hujan
Baca juga: Update Data Korban Erupsi Gunung Semeru: 14 Korban Meninggal Dunia, 35 Orang Luka Berat
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang meminta masyarakat terdampak erupsi Gunung Semeru tidak mendatangi rumahnya.
BPBD Lumajang khawatir awan panas guguran terjadi karena hujan masih mengguyur wilayah itu pada Minggu (5/12/2021).
“Kondisi saat ini di Lumajang hujan, dampaknya sisa material bisa muncul asap,” kata Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Lumajang Wawan Hadi saat dihubungi Kompas.com, Minggu. Menurut Wawan, terdapat 800 warga yang tinggal di sejumlah titik pengungsian.
Para pengungsi itu dilarang meninggalkan lokasi pengungsian karena khawatir terjadi awan panas guguran susulan.
"Mereka terbagi di beberapa titik pengungsian di tiga kecamatan,” ujar Wawan. etiga kecamatan itu yakni, Pronojiwo, Candipuro, dan Pasirian.
Jenis Bahaya Erupsi
Dilansir dari Forbes, selain Indonesia, beberapa negara yang juga memiliki banyak gunung berapi aktif adalah Islandia, Kongo, dan Hawaii. Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi ancaman bahaya dari letusan gunung berapi.
Mengenal jenis-jenis bahaya erupsi gunung berapi pun dapat meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat.
Jenis bahaya letusan gunung berapi di Indonesia Dilansir dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), berikut adalah jenis bahaya letusan gunung berapi di Indonesia:
1. Bahaya primer
Jenis bahaya yang pertama adalah bahaya primer atau bahaya langsung dari peristiwa letusan gunung berapi.
Bahaya ini dapat berupa aliran awan panas, lahar letusan atau lumpur panas, jatuhan piroklastik atau hujan abu, lelehan lava, serta gas vulkanik beracun.
Bahaya primer dari letusan gunung berapi tidak hanya merusak apa saja yang berada di lanskap wilayah lereng, tetapi juga dapat menelan korban jiwa.
2. Bahaya sekunder B
Bahaya sekunder merupakan bahaya tidak langsung dari letusan.
Bahaya ini dapat berupa lahar hujan atau endapan material erupsi pada puncak dan lereng yang terbawa oleh hujan.
Peristiwa mengalirnya endapan material berupa lumpur dan bahkan batu besar ini dapat mengubah topografi sungai dan merusak infrastruktur.
Bahaya lain dari jenis bahaya sekunder adalah banjir bandang dan longsoran vulkanik.
Bahaya sekunder dapat berdampak serius, seperti saat banjir lahar hujan yang merusak jaringan pipa air bersih di sekitar wilayah Kaliurang Barat, Sleman, DI Yogyakarta, pada awal bulan Februari 2021.
3. Bahaya kolateral
Bahaya kolateral merupakan bahaya lain yang dipicu dampak letusan gunung berapi. Bahaya ini dapat memicu gerakan tanah pada tubuh gunung, penyakit endemik, kelaparan, hingga tsunami.
Contoh bahaya kolateral yang pernah terjadi di Indonesia adalah saat tsunami menerjang beberapa kawasan di Provinsi Banten pada akhir tahun 2018.
Letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda menyebabkan fenomena tsunami yang melanda daerah pesisir Banten dan Lampung.(Kompas.com/Gloria Setyvani Putri/Lulu Lukyani)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "3 Jenis Bahaya Letusan Gunung Berapi di Indonesia"